Pusat pemberitaan di media elektronik saat ini terfokus pada problem transgender, dalam hal pelaku menurut hukum Islam. Bagaiaman hukum pelaku transgender? Setelah meninggal dunia, apakah dikembalikan ke awal jenis kelamin? Atau ditetapkan pada kondisi saat meninggal?
Adalah Dorce Gamalama, artis senior yang sekarang ini berjuang dari penyakit yang diderita. Salah satu pesan artis serba bisa ini adalah jika sudah meninggal hendaknya diperlakukan sebagai jenazah perempuan.
Pernyataan tersebut mengundang reaksi dan pendapat para ulama. Seperti yang diungkapkan oleh Ustaz Khalid Basalamah, bahwa ketika seorang transgender meninggal dunia, maka jenis kelaminnya harus dikembalikan kepada asal sebelum adanya perubahan.
Kasus Bunda Dorce, yang memiliki nama asli Dedi Yuliardi Ashadi, seharusnya diperlakukan sebagai seorang laki-laki. Senada dengan Khalid Basalamah, Buya Yahya juga mengatakan harus diurus sebagai orang sebelum operasi (transgender). Tetapi, menurut Buya Yahya tidak boleh ada caci maki karena setiap orang pasti pernah berbuat kesalahan. Transgender merupakan sebuah kekeliruan yang pendekatannya dengan cara tobat dan penyesalan.
Transgender dan Lain-lainnya
Transgender adalah orang yang memiliki identitas gender atau ekspresi gender yang berbeda dengan seks bawaan saat lahir. Orang transgender juga terkadang disebut sebagai orang transseksual jika ia menghendaki bantuan medis untuk transisi dari satu seks ke seks lainnya.
Transgender juga merupakan sebuah kata umum. Selain mencakup orang yang identitas gendernya berlawanan dengan seks yang ditunjuk (pria trans dan wanita trans), istilah transgender juga dapat mencakup orang-orang yang tidak secara spesifik maskulin atau feminin (orang-orang genderqueer seperti bigender, pangender, genderfluid, atau agender).
Definisi transgender lainnya juga mencakup orang-orang yang termasuk ke dalam gender ketiga atau memiliki gender ketiga transgender. Dalam kasus yang lebih jarang, istilah transgender digunakan hingga mencakup cross-dresser, tanpa memperhatikan identitas gender (wikipedia).
Selain transgender, ada beberapa istilah lainnya yang seringkali dikaitkan dan disandingkan dengan istilah ini. Seperti lesbian, gay, biseksual, dan transeksual (LGBT). Istilah-istilah ini memiliki arti tersendiri sehingga kita harus kembali kepada makna khusus tersebut untuk sebuah istimbat hukum. Pada artikel ini penulis khususkan terkait dengan transgender an sich.
Hakikatnya, dalam pandangan Islam keseluruhan istilah di atas adalah sebuah penyimpangan dari kodrat penciptaan. Penyimpangan di sini terjadi karena adanya usaha dan ikhtiar dari dirinya sendiri. Namun ada juga yang datang tanpa adanya keinginan, akan tetapi hal ini merupakan bawaan dari lahir. Untuk yang pertama merupakan cela dan dosa serta diharamkan dalam Islam. Sementara untuk yang kedua merupakan sebuah tabiat yang harus kita hormati sebagai suatu gejala alamiah (sunnatullah).
Islam tentang Transgender
Dalam Islam transgender disebut mutarajjilat dan matajannisa’. Yang pertama seorang perempuan yang menyerupai laki-laki atau bahkan mengubah organ vital (operasi) menjadi laki-laki. Yang kedua seorang laki-laki menyerupai wanita atau bahkan mengubah organ vital laki-laki (operasi) menjadi vital wanita. Di dalam Islam, kedua hal ini termasuk haram dan dosa untuk dilakukan.
Terkait dengan transgender, Allah swt dalam Al-Quran berfirman, “Dan Aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan Aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya, barang siapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata,” (QS. An-Nisa’: 19).
Sebuah Hadis juga menyatakan bahwa perbuatan transgender akan dilaknat karena telah berkontradiksi terhadap takdir. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas R.A: Rasulullah SAW melaknat Laki-laki yang bertingkah laku seperti perempuan dan perempuan yang bertingkah laku seperti Laki-laki. Beliau bersabda,”Usirlah mereka dari rumahmu.” (HR Al-Bukhari). Laknat ini dimaksudkan karena kelakuan seseorang yang tidak normatif, dibuat-buat berlaku sebagai perempuan atau sebaliknya. Kecenderungan yang tidak selayaknya itulah yang kemudian melahirkan laknat (murka) dari Allah swt.
Dalam Islam, transgender (mukhannats dan mutarajjilat) ada dua macam. Pertama, transgender bil khalqi, yaitu transgender yang terjadi karena tabiat atau ciptaan dari Al-Khaliq. Hal ini terjadi karena lelaku kewanitaan atau sebaliknya dilakukan tanpa kesengajaan. Akan tetapi dengan sendirinya hal tersebut terjadi dan tidak ada niatan untuk melakukannya. Tentu hal ini tidak masuk ke dalam perbuatan yang diharamkan.
Kedua, transgender bil-ilhtiyar, yaitu lelaku kewanitaan atau sebaliknya yang dilakukan karena memang ada kesengajaan dari dalam dirinya sendiri. Hal ini yang kemudian menyebabkan kemurkaan Allah swt. Karena sudah dari awal ada ikhtiar untuk melakukan hal-hal yang di luar kenormalan. Perbuatan seperti ini yang di dalam Islam dilarang atau diharamkan.
Pendekatan bukan Pelecehan
Transgender yang sengaja dilakukan dengan sebab alasan apapun adalah perbuatan dosa. Seperti yang diungkapkan oleh Buya Yahya, mereka (pelaku transgender) tidak boleh dihina dan dilecehkan. Memang mereka telah berbuat dosa, tetapi mereka masih dalam koridor keimanan. Mereka perlu pendekatan dan teknis dakwah yang komprehensif, serta berupaya meningkatkan kesadaran bahwa apa yang telah dilakukan termasuk perbuatan dosa.
Melecehkan orang yang berbuat dosa adalah dosa itu sendiri. Karena setiap orang pasti memiliki persoalannya sendiri. Maka yang terpenting dari sebuah kesalahan atau dosa adalah tobat. Sehingga kesadaran terhadap suatu kesalahan akan melahirkan nilai-nilai istighfar.
Gender Dysphoria
Dalam hal menyelesaikan masalah sosial yang berkaitan dengan transgender MUI memberikan Fatwa, bahwa mengubah jenis kelamin (gender) dari perempuan menjadi laki-laki atau sebaliknya dengan sengaja hukumnya haram. Sedangkan jika menyempurnakan alat kelamin bagi seorang khuntsa (orang yang mempunyai dua jenis kelamin) yang fungsi alat kelamin laki-lakinya lebih dominan atau sebaliknya, melalui operasi penyempurnaan alat kelamin, maka hukumnya boleh.
Transgender berasal dari gangguan identitas gender yang dikenal dengan nama Gender Dysphoria (kelainan identitas gender). Gangguan ini dapat berupa rasa tidak nyaman, tertekan, dan ketidakcocokan antara jenis kelamin biologis dengan identitas gender. Oleh karena itu, badan kesehatan dunia, WHO, telah mengklasifikasikan kelainan identitas gender tidak termasuk penyakit mental akan tetapi termasuk dalam penyakit seksual. Langkah ini dilakukan karena pengidap kelainan identitas gender sering mendapatkan stigma negatif sehingga mereka sering terabaikan.
Jadi dengan demikian, transgender ada yang diinterpretasikkan sebagai sebuah usaha terhadap kesempurnaan hidup seseorang. Dalam hal ini bukan karena kecenderungan pribadi, akan tetapi harus ada bukti medis yang dijadikan dasar sebagai sebuah kebijakan yang valid. Sementara, seringkali terjadi usaha-usaha individu untuk mengubah gender (alat kelamin) hanya karena mengikuti tren lingkungan sekitar. Jika ini yang terjadi, maka mereka terjerumus ke dalam jurang haram dan dosa. Wallahu A’lam!