TREKTEK-TEK…DUNG-DUNG
Kau pernah menabuhnya
Bertalu-talu
Seperti suara rindu
Dari bilik jendela azanmu kumandang
Sebagai bilal yang terbayang
Memanggil orang-orang sembahyang
Kau pernah menabuhnya
Seperti suara rindu
Trektek-tek… dung-dung-dung
Gema suaranya membelah buana
Membelah dada
Pada apa jiwa mengada
Tak ada yang terusik
Sebab tak pernah berisik
Seperti setan burik
Lalu kau menggantinya dengan toa
Yang menjadikanmu jumawa
Seakan Tuhan tak punya telinga
Trektek-tek… dung-dung-dung
Itulah gema suara rindu
Bertalu-talu, dulu
Gemanya beralun merambati telinga
Berayun menimang hati
Tempat berkhusyuk diri
SELENDANG PENARI
tubuhmu menggeliat liat memahat hikayat
selendangmu mengibas melintas batas
kau menari seperti bait puisi
dengan selendang memutari tubuh
menubuh ruh
tapi angin membawa selendangmu terbang
tak ada lagi ruang
kita mengubur bayang
lebih menikam hati
penari kehilangan selendang
daripada pengkhutbah kehilangan jubah
LAGU PANTAI
Bila kemudian kau merindui pantai ini
anak-anak telah lama pergi
Pada penanggalan tua
Pada album-album dalam warna sepia
Meraka tak berlayar dengan perahu Nuh
atau Marcopolo pada negeri-negeri jauh
atau Battuta pada tanah-tanah berpeluh
Mereka berlayar dengan biduk remuk
setelah tanahnya jadi reruntuk
setelah badai tak henti mengamuk
Menuju pulau nasib yang terkutuk
Bila kemudian kau merindui pantai ini
burung-burung tak lagi nyanyi
Pada lengang lazuardi
Pada senja yang menghablur dalam sepi
Mereka tak terbang bersayap tembang
atau mengawang bertabuh kendang
atau melayang mengibar selendang
Mereka berarak seperti bayang-bayang
setelah tak lagi riang berenang
setelah tak nyanyi mencium karang
Menuju pulau entah di awang-awang
Bila kemudian kau merindui pantai ini
ombak dan gelombang tak lagi pecah dalam tari
tak lagi nyanyi dalam sunyi
ilustrasi: rentalmobiloadang.co.id.