UPACARA KEMERDEKAAN
Sesi 1
Kepada hidup, yang melulu
Kau dan aku tumpang menumpang
Rakyat segala macam
Hormatlah tinggi-tinggi
Di puncak tiang itu kutaruh
Nyawa dan rezeki
Sesi 2
Dari baris ujung kanan
Kita bersumpah
Sambil mengepal tangan
Berteriak “sejahteralah kita!”
Tanpa aba-aba
Hingga sampai baris ujung kiri
Suara bergerak semakin sunyi
Sesi 3
Setiap luka kita kenang
Menuju jalan terang yang merdeka (katanya)
di rahim bendera yang ranum
darah dan hati jadi satu
hormat tanpa mengelu
Sesi 4
Sebelum proklamasi
Sampai pada frasa
“dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”
Ada baiknya kita perlama pengucapan frasa
“kemerdekaan Indonesia”
Sambil menunggu:
Padam api kebakaran hutan
Surut air banjir
Hilang semua kelaparan
Mudah akses pendidikan
Merata pembangunan
Habis rasisme dan diskriminasi golongan
Ringkus para segala perampok bajingan, brengsek nan penuh kotoran
Sesi 5
Selesaikan hormat kita
pada bendera, pada pancasila, pada pahlawan
balik kanan bubar jalan
dengan sebuah pertanyaan
“merdekakah kita dengan hanya
lima sesi upacara?”
Lampung, Agustus 2020.
SABDA MALAM
Biarkan angin membasuh wajahmu malam ini
Dengan segala resah dan gelisah
Di puncak hening yang pandai menggurui
Di tepi masa yang suka membodohi
Biarkan dirimu larut
Dalam doa yang memaksamu
Berteman malaikat penjaga surga
Lamsel, September 2019.
RISALAH MALAM
Malam begitu dingin, merasuk ke tulang
Aroma kematian menyetubuhi jemariku
Memaksaku menulis tentang ini dan itu
Tentang perempuan bertudung
Yang menanam harapan di langit
Tentang hujan dan mendung
Yang selalu menyiratkan suasana sendu
Tentang lelaki yang diselimuti sarung
Yang sedang menggali makna butir tasbih
Tentang angin yang merajai subuh
Yang begitu nyaman untuk berteduh
Bagi para pencari suaka
Dari doa-doa yang menjadi musafir
Lamsel, September 2019.
PERJAMUAN AJAL
Andai kematian bertamu ke rumahku
Apakah ia akan mengucap salam
Atau mengetuk pintu
“Permisi, hendak kucabut nyawamu!”
Begitulah kiranya seorang tamu menyapa
Pertama-tama, marilah kita membaca doa
Kedua, seruput dulu segelas kopi
“Pahit sekali!”
Begitulah rupanya tuan rumah terhadap takdirnya
Ketiga, habiskan nasi dan lauknya
“Aku tak pernah memakan ini semua”
Begitulah nasib yang harus aku terima
Biarkan aku mengambil wudu
Dan biarkan aku bersiap dahulu
Apakah kau sedang terburu-buru?
Tak bisakah kau sebagai tamu menunggu?
“Baiklah, lekas dan bersiaplah, akan kutunggu”
Aku sudah siap
Segala jasad dan ruhku tegap
Kubangun kuda-kuda kokoh
Di pangkal tenggorokan
Allah!
Allah!
Allah!
Akankah aku menemukan-Mu di surga?
Apakah Kau akan menghukumku di neraka?
Apakah kematian bisa membuatku terbang ke angkasa?
Lampung, Agustus 2022.
ilustrasi: kompasiana.