Pesantren merupakan tempat tinggal para santri dalam menuntut ilmu agama. Semua kegiatan santri diatur secara keseluruhan. Sehingga perlu adanya aturan secara konsisten yang diterapkan oleh pengurus untuk bisa mengontrol para santri dalam melaksanakan semua kegiatan yang ada di pesantren. Misalnya, sholat berjamaah, mengaji, belajar bersama, kajian kitab-kitab kuning, bahkan jam tidur pun diatur. Pesantren menjadi rumah kedua bagi santri. Karena di pesantren ia tidak bersama dengan kedua orang tua dan dipaksa untuk bisa hidup secara mandiri.
Selain dituntut hidup mandiri, para santri harus mampu bersosial dengan yang lainnya untuk menjaga persaudaraan selama berada di pesantren. Karena secara umum fungsi pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim yang dapat berperan aktif di dalam lingkungan masyarakat modern saat ini melalui fungsi pendidikan, religi, sosial, serta penambahan fungsi ekonomi pada pesantren. Pesantren menjadi tempat utama untuk bisa mendidik para santri secara komplit. Yaitu, selain dididik ilmu agama, juga dididik etika yang baik dan sopan kepada sesama, yang lebih tua, bahkan yang lebih muda. Serta dididik untuk bisa mengatur keuangan.
Dalam melaksanakan kegiatan pesantren dengan beberapa aturan, tentunya ada sebagian santri yang melanggar atau tidak taat dengan peraturan yang diberlakukan oleh pengurus kepada santri. Misalnya, telat salat berjemaah, tidur saat kajian berlangsung, dan semacamnya. Bahkan ada pelanggaran yang sampai melampaui batas. Seperti membawa handphone, pacaran, mencuri, dan sejenisnya. Hal-hal yang seperti ini menjadi tugas para pengurus pondok untuk menghukum para santri yang melanggar peraturan pesantren. Hukuman yang biasanya diterapkan oleh pengurus ialah hukuman iqab sebagai bentuk sanksi, misalnya membersihkan kamar mandi atau membaca istighfar 1000 kali dan lain sebagainya.
Pelanggaran yang melampaui batas atau santri yang melanggar berulang kali selain dihukum berat atau memanggil wali santri, perlu adanya konseling yang juga harus diterapkan kepada santri. Konseling bisa menjadi sebagai upaya untuk mencari jalan keluar dari permasalahan yang berulang kali terjadi bahkan sampai kepada tidak terjadi pelanggaran yang dilakukan. Konseling bisa menjadi sebagai sebuah pelayan untuk menyelesaikan masalah santri dan menemukan titik temu dalam menghadapi dan mengatasi masalah.
Hal ini sebagaimana yang diutarakan oleh Achmad Juntika Nurihsan dalam Bukunya yang berjudul Bimbingan dan Konseling dalam latar kehidupan, bahwa layanan bimbingan konseling bertujuan membantu santri mengimplementasikan rencana pendidikan, karir, dan sosial pribadi.
Konseling bisa juga menjadi tempat menemukan motivasi. Santri yang melanggar perlu juga diberikan motivasi mengingat santri memiliki latar belakang pendidikan, sosial, dan ekonomi yang berbeda. Sebagaimana yang disampaikan oleh Achmad Juntika Nurihsan, bahwa konseling dalam bentuk motivasi bertujuan untuk supaya santri memiliki semangat dalam menghadapi dan mengatasi masalah yang dialami.
Oleh karenanya penting peranan konseling dalam pesantren untuk mengatasi dan memberikan problem solving bagi para santri untuk menemukan cita-cita mereka. Di sisi lain, pengurus harus mampu mengetahui latar belakang santri dan bisa mengetahui alasan santri kenapa bisa melanggar peraturan pesantren. Karena mentalitas seorang santri perlu juga dirawat oleh pesantren. Sehingga hukuman yang diberlakukan kepada santri selain menjadi efek jera juga bisa memberikan kesadaran dan kesehatan mental bahwa yang dilakukan adalah sebuah kesalahan.
Seringkali hukuman bisa menyebabkan gangguan mental yang dialami oleh santri. Seperti trauma, kecemasan, bahkan depresi. Maka, perlu adanya konseling di setiap pesantren untuk mengatasi permasalahan santri. Sehingga pesantren bisa menciptakan santri-santri yang berakhlakul karimah hingga menjadi generasi yang bermanfaat bagi agama, bangsa, dan negara.