KIDUNG PUTIH DUNIA SANTRI
duniaku; gegas sederhana angin selat
yang mengawinkan musim dengan bunga-bunga
di ranjang dada, di sela alif pertama
yang dieja seusai basmalah,
yang lahir tak semata mahir
—barokah dan mahabbah berpilin
dalam sepancar air bening di ujung pancuranNya
merajam cadas bebatuan dan mata duri
yang mengeras di dalam diri
duniaku; geliat doa bibir-bibir suci
yang bergetar di senyap malam
mengulang-ulang asmaNya di atas sehampar sajadah
dengan putaran butir tasbih
yang diasah pada hati
—semua dalam duniaku, mengerucut elok sungai
ke bentang samudraNya yang luas
dan tak terbatas
BIBIR MATAHARI
hangat memagut leher pohon
desah panjang disunggi angin
jauh ke dalam telingamu
dengan lubang memeram
benang-benang cahaya,
cahaya purba dari lambung perahu Nuh
di ujung tongkat Musa
di jubah putih Isa
di sela ketukan waktu
yang mengikis segala jenis batu,
hangat mengecup tiram kering
dalam kepala anak-anak
yang ditenggelamkan ke laut
butir garam lekat di rambutnya yang merah,
dan semua jadi cerita cahaya
yang bias ke jari keriputmu
usai mengelus dada
merasakan luka asing
yang tak kunjung kering
dan kau menjemurnya
untuk pertama dan selamanya
sebab kau percaya
dalam cahaya ada nyawa.
AKUARIUM
rendam cemasmu dalam perutku
koki dan guppy mengatur arahmu
ke celah batu rupa terumbu
waktu diseret jadi apu,
sirip jurai kilat berayun
membelah bunga karet dengan gelembung
ikankah cemasmu
belajar berenang mencari tenang?
sebab di sini air tak dalam.
BISIK FAJAR