ASA
Di ujung pagi cahaya merekah
Kakek tua itu istirahat penuh keluh kesah
Bersama alunan merdu di balik toa
“Tuhan, terimalah ribuan isi kepalaku.”
SURAT TITIPAN
Goresan rutin sepanjang hari
Menuai kasih harapan yang sirna
Bukankah mencoba lebih baik daripada tidak sama sekali?
Petuah tetua sejak dahulu
Tembok-tembok di depan mata
Mimpi menggema
“Tuhan, ini wajahku, kutitipkan goresan ini.”
MENUNGGU
Menunggu di balik pintu, parasmu tak kembali
Sampai terbit kini terbenam
Dua nunggu di balik pintu, bayangmu sirna
Semoga bulan berbisik padamu
Siapakah kamu yang beraninya mencabik benakku?
“Aku hangatkan dengan redup pada hatimu yang resah”
Tiga nunggu di balik pintu, gerak-gerik candamu sampai di sini
luapkan semua habisi aku di dahan waktumu
ISYARAT
Bila awan bertumpuk-tumpuk
Jadi awan yang pekat
Bila hujan lebat datang
Apakah luka akan terjadi lagi?
Sedang ranjang kegundahan adalah ucapmu
PENCARIAN SEMU
Dengan kaki telanjang
Kumelangkah di bumi yang gersang
Bersama angan angan
Berharap ada jawaban
Inginku belok kiri, tapi ragu
Inginku belok kanan, tapi takut jalan buntu
Kuputuskan jalan lurus
Ah tidak
Aku salah langkah
Kuulangi sekali lagi
Melangkah tanpa henti
Melewati imajinasi
Dengan ratusan ilustrasi
Akhirnya
Kumenemuimu, di ujung hatimu
ilustrasi: istock.