Saya akan membuka catatan ini dengan kisah monumental Leo Tolstoy. Suatu ketika, ia menegur seorang opsir karena memukul seorang perajut yang lepas dari barisan.
Dalam beberapa literatur, penggalan kisah itu digambarkan begini: Ia berseru, “Tidak malukah kau memperlakukan sesama manusia seperti itu? Apa kau belum pernah baca kitab suci?!”
Tetapi opsir tersebut diceritakan tak kalah garang. Ia menggertak dengan enteng kepada si bangsawan, ”Apakah kau belum pernah baca buku petunjuk disiplin pasukan?!”
Dalam dua sikap yang digambarkan kisah ini, sekurang-kurangnya saya dua kali tertegun. Tetapi anehnya, di tengah arus yang membenturkan sikap Tolstoy sebagai “ketidaktahudirian” serta opsir dengan “kepatuhan”, saya malah menyepakati pilihan sikap Tolstoy. Saya jadi ingat catatan kecil mengenai Eric From.
Kebahagiaan, begitu catatan From, akan tercipta ketika kita mencapai kebebasan batin. Dalam penggalan kisah Tolstoy dan sang opsir, kiranya Tolstoy menempatkan sisi kebebasan batin dalam mencapai “Final Destination” yang digambarkan From.
Kebebasan untuk tidak “tertindas” akhirnya, bagi kacamata Tolstoy, akan mampu mencapai kebahagiaan sejati. Meski, dalam kasus ini, harus melanggar “peraturan” yang ditetapkan.
Telaah Kecil
Saya menyukai analisis spontan Tolstoy dalam beberapa bagian. Saya merasa, Tolstoy dalam kasus ini memperluas Value-change, yang menjadikan ia sebagai seorang clercs dadakan.
Seseorang yang kerap menitikberatkan kebijakan religius cum sosialik terhadap persoalan sekitar, persoalan yang menjadikan manusia sebagai objek individu yang persuatif. Telaah Tolstoy, menghasilkan dua telaah bagi saya yang salah satunya seperti membangkitkan hasrat imajiner terhadap kebebasan itu sendiri.
Meski saya tak ingin menyandingkan kisah Tolstoy dan sang opsir dengan kisah Gandhi ketika seseorang bertanya tentang Tuhan dan agama dalam catatan Louis Fischer, tetapi saya dapat menyimpulkan bahwa akar dari kisah Tolstoy dan opsir tadi mengarah pada kebebasan batin yang dikemukakan Eric From. Dan, bagi saya, ini tak terkecuali sekalipun dalam kebebasan memilih dalam hiruk pikuk pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah serentak, misalnya.