BELIAU (1)
sekali lagi,
aku memahami kembali namamu
di antara lembar kitab dan buku-buku.

tersimpul rapi,
bait-bait doa merangkum nyala
menyintas namamu di balik dada
adakah doa-doa tak dikabulkan?
sementara rahmatNya memenuhi seisi alam
Sekali lagi,
aku memahami kembali namamu
di antara doa-doa para santri
terangkum rapi,
serupa sinar mentari
melintasi celah-celah hati
semerbak cahaya menuju ilahi.
Sekali lagi,
aku memahami kembali namamu
di antara ruang dan waktu
tertanam rapi,
melebur di setiap air mata mereka
membenamkan diri
pada basah kuburanmu
dipenuhi bunga-bunga
hadiah dari para peziarah
yang kerap kali
merindukanmu.
Madura, 2025.
BELIAU (2)
Seringkali,
aku menangkap momen langka itu
tiba-tiba saja
tadi malam aku memimpikanmu
Engkau asyik sekali
menelusuri tafsir jalalain
mendendangkannya kepada kami
yang awam sekali
Engkau menafsirkan penggalan surah yasin
:setiap sesuatu memiliki hatinya, dan hati Al-Qur’an ada di yasinnya.
Seringkali,
aku menangkap momen sakral itu
tiba-tiba saja
kau datang ke mimpiku
mengabariku soal guru-guruku
yang lainnya
:beranjaklah pergi, temui guru-gurumu yang bukan hanya aku.
Sesingkat itu,
tapi sangat membekas hingga aku bangun, hingga aku sekarang.
Madura 2025.
BELIAU (3)
sekuat apapun
musim panas dan hujan
menghapus dirimu dari hati seorang
:engkau takkan luntur oleh zaman
Caci-maki hanyalah sia-sia belaka
mengumpat namamu yang emas permata
segala pujian dari semua penjuru
merumpun indah pada namamu.
sekuat apapun
badai menjumpa
meremukkan dirimu dari belakang
:engkau tegap sesuai prinsip, setegar karang di lelautan.
Cemooh dan umpatan