Al Kennaniyah tergolong pondok pesantren yang masih muda. Karena itu, ia sudah menerapkan sistem pendidikan modern sejak mula. Namun begitu, pesantren ini tetap melestarikan tradisi pondok salaf dengan mengajarkan ngaji kitab kuning sistem bandongan atau sorogan. Jadilah, Al Kennaniyah pondok modern yang juga masih mempraktikkan sistem salaf.
Menariknya, Al Kennaniyah dikenal sebagai pondok pesantren khusus santri putrid yang berada di Ibu Kota Jakarta. Terletak di Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur, berdirinya pondok ini dirintis oleh beberapa ulama dan tokoh agama yang memiliki kepedulian pada pendidikan dan pembangunan karakter generasi muda.
Cerita bermuka ketika pada 27 Juni 1977 para ulama dan tokoh masyarakat Kampung Pulonangka, Jakarta Timur, berkumpul dan bermusyawarah. Mereka yang bermusyawarah di antaranya KH Moh Noer, Habib Abdullah Assagaf, H Ilyas, H Mugeni, H Moh Yasin, H Husin, Sabilillah, dan beberapa orang lainnya. Karena prihatin anak-anak muda yang mengalami kesulitan untuk belajar, mereka akhirnya bersepakat untuk mendirikan lembaga pendidikan keislaman. Lembaga ini semula diharapkan akan dapat menghidupkan kembali pengajian masjlis taklim.
Lalu juga didirikanlah sebuah Madrasah Ibtidaiyah (MI). MI tersebut kemudian diberi nama Al-Khairaat. Sambutan masyarakat sekitar luar biasa. Madrasah dan majlis taklim sama-sama jalan. Empat tahun kemudian, tepatnya pada 27 Juni 1981, mulai dibuka lagi Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP). Di saat yang sama juga dibuka TK Tunas Cahaya.
Setelah penyelenggaraan pendidikannya berkembang cukup signifikan, pada 26 Juli 1984 baru dibentuk yayasan yang akan menaunginya. Yayasannya bernama Yayasan Al-Kenaniyah. Nama ini diambil dari nama Haji Kenan, seorang ulama dan tokoh masyarakat Betawi.
Pada tahun-tahun awal perkembangannya, bangunan kompleks lembaga pendidikan ini hanya gedung dua lantai yang terdiri dari 6 ruang kelas, ruang kantor TK dan MI, musala, asrama guru, ruang belajar bagi santri pesantren, dan masjid. Sepuluh tahun kemudian, pada 1994 fasilitas bertambah. Ada ruang kelas, pondok santri, dan pondok guru/pengelola pesantren. Pada 1994 inilah, keberadaan pesantren berlokasi di Jalan Perintis Kemerdekaan Pulo Nangka Barat, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur, ini baru diresmikan. Peresmiannya dihadiri para ulama dan tokoh nasional, di antaranya KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), KH Syamsuri Badawi, dan KH Zayadi Muhajir serta beberapa tokoh masyarakat di sekitar Pulomas. Pesantren ini dipimpin oleh KH Hambali Ilyas.
Dari semula, pengelola memang tidak memprioritaskan jumlah santri yang banyak. Karena itu, daya tampung untuk pondok santri hanya sekitar untuk 150-an orang. Sementara, untuk pondok pengelola, seperti pengurus dan guru, daya tampungnya sekitar 50-an orang. Di kompleks Pondok Pesantren Al Kennaniyah terdapat masjid yang bentuknya sangat megah. Daya tampungnya kurang lebih 800 jamaah. Masjid yang diberi nama An-Nuur.
Karena daya tamping terbatas, di sini ada yang santri mondok, yang bermukin di pesantren dan ada santri yang bermukin di luar pesantren. Yang bermukim sekitar 150-an orang. Yang bermukim di luar pesantren berkisar 100-an orang. Namun, total santri/murid dari seluruh tingkatan pendidikannya hampir mencapai 1000 orang. Selain berasal dari wilayah Jakarta dan sekitarnya, para santri juga banyak yang berasal dari luar daerah, Padang, Sumbar; Bangka Belitung, Jambi, Lampung.
Selain menerapkan sistem pendidikan modern yang klasikal, Pesantren Kenaniyah juga menyelenggarakan pendidikan dengan sistem pengajaran sorogan dan bandongan (berdasar weton). Sistem pengajaran ini biasannya dilakukan pada tahun ajaran baru, terhadap santri yang baru masuk. Sistem pengajaran bandongan dilakukan pada hari khusus.
Bagi pengasuh Pondok Pesantren Kenaniyah KH Hambali Ilyas, pengkaderan santri dan pengajaran kitab kuning sangat penting untuk pesantren. Menurutnya, basis pondok pesantren haruslah kitab kuning. Sebab, pesantren harus menyiapkan kader yang menguasai kitab kuning. Tujuannya, meskipun zaman terus berubah, pesantren akan bisa menyesuaikan diri namun tetap mampu mempertahankan tradisi. Santri-santri seperti itulah yang hendak dilahirkan oleh Pondok Pesantren Kenaniyah ini.