Di Makkah, sufi besar Abul Qasim al-Junaid memergoki tukang cukur sedang menggunting rambut seseorang. Ia pun bertanya, “Jika karena Allah, bersediakah engkau mencukur rambutku?”
“Aku bersedia,” jawab si tukang cukur. Ia pun menghentikan mencukur langganannya seraya berkata, “Berdirilah, apabila nama Allah disebut, hal-hal lain harus ditunda.”
Setelah mencium dan mencukur rambut al-Junaid, tukang cukur masih memberinya segumpal kertas berisi keping uang. “Gunakanlah ini untuk keperluanmu,” ujarnya.
Begitu terkesan, al-Junaid bertekad jika memperoleh hadiah akan diserahkan pada si tukang cukur. Tak lama berselang ia menerima sekantung uang emas dari Bashrah, lantas menemuinya.
“Apa ini?” tanya tukang cukur.
Al-Junaid menjawab, “Aku bertekad jika memperoleh hadiah akan kupersembahkan padamu, dan aku baru saja mendapatkannya.”
Tukang cukur berkata, “Tidakkah engkau malu pada Allah? Engkau telah mengatakan padaku, ‘Demi Allah cukurlah rambutku,’ tetapi kemudian engkau memberi hadiah padaku. Pernahkah engkau menjumpai seseorang yang melakukan suatu perbuatan demi Allah dan meminta bayaran?”
***
Betapa banyak orang mengatasnamakan Tuhan demi keuntungan diri. Al-Quran menyebutnya sebagai kebohongan terhadap agama yang mencelakakan. “Maka, celakalah orang-orang yang salat, yang lalai dalam salatnya, yang hanya pamer saja (riya), yang tidak memberikan pertolongan” (QS al-Ma’un [107]: 5-7).
Keikhlasan beramal merupakan kunci produktivitas dan sukses hidup. Deepak Chopra menjelaskan, tindakan yang dimotivasi ketulusan, bukan egosentrisme, akan menghasilkan energi berlimpah yang dapat digunakan untuk menciptakan apa saja yang dikehendaki.
Sebaliknya, jika perbuatan itu didorong oleh modus untuk memiliki dan menguasai orang lain, dibutuhkan konsumsi energi yang lebih banyak. Selain itu, perbuatan yang beroreintasi pada pemujaan diri akan membuat kita senantiasa dalam posisi defensif dan cenderung menyalahkan orang lain. Akibatnya, kita tak bisa terbuka pada kemungkinan lain yang lebih baik.
Amal ikhlas menurut psikolog Viktor Frankl, merupakan sumber kesehatan mental dan kebahagiaan. Amal ikhlas mengungkit rasa tanggung jawab, sabagai pancaran ketulusan berdarma bagi kemanusiaan dan kealaman, yang membuat hidup bermakna, mencapai kebahagiaan terluhur.