Keindahan burung milik Sugeng sudah tersebar ke mana-mana. Bahkan sampai ke desa sebelah, Desa Kulon namanya. Sejak dulu, penduduk Desa Waton tak perna akur dengan penduduk Desa Kulon. Konon, penyebab persengketaan mereka lantaran lamaran pemuda Desa Kulon ditolak oleh perawan Desa Waton. Sehingga terjadilah permusuhan yang turun-temurun. Perang antardesa pun berlangsung hingga bertahun-tahun lamanya. Permasalahannya semakin hari semakin pelik. Yang awalnya masalah cinta, merambat pada masalah pencurian, pemerkosaan, dan berbagai masalah lainnya.
Akan tetapi sejak kehadiran burung milik Sugeng, persengketaan antara Desa Kulon dan Desa Waton usai. Perdamaian mereka memang tak terucap dan tak tertulis. Tapi sejak rombongan Desa Kulon bertandang ke rumah Sugeng di Desa Waton, secara simbolik telah menjadi awal kesepakatan perdamaiaan di antara mereka. Mendapati kenyataan itu, Sugeng bahagia tiada tepi. Ia sangat bersyukur, burungnya bukan saja menghibur, tapi juga mendamaikan dua desa yang bersengketa sejak begitu lama lama.
***
Sugeng tidak menduga Mbah Sukino akan datang ke rumahnya. Penjual burung dari Desa Kulon itu datang pagi buta. Sugeng gagap saat membuka pintu dan mendapati sosok Mbah Sukino berdiri di mulut pintu.
“Mbah Sukino!” kata Sugeng gugup, sambil mengkucek mata, setengah tidak percaya.
Ia mematung melihat kenyaatan itu. Bagaimana tidak, sosok yang terkenal sulit ditemui itu bertandang ke rumahnya. Mbah Sukino bukan saja terkenal sebagai penjual burung. Ia juga tersohor sebagai orang yang sakti mandraguna. Menurut cerita sesepuh Desa Waton, Mbah Sukino merupakan paku alam Desa Kulon. Layaknya paku, ia yang menjadi kunci tegaknya Desa Kulon. Seandainya tanpa dia, maka tidaklah ada artinya penduduk Desa Kulon yang terkenal pemberani dan sakti itu.
Sudah sepuluh tahun nama Mbah Sukino jarang disebut-sebut orang. Banyak yang percaya ia telah mati. Sebagian lagi percaya ia sedang menyepi untuk menyempurnakan ilmunya. Bagi Sugeng, Mbah Sukino hanya sebatas legenda. Tapi pagi itu, kisah-kisah lama tentang Mbah Sukino perlahan menyeruak kembali: tentang kesaktian dan keberuntungan orang yang berjumpa dengannya.