A Mustofa Bisri atau yang biasa dipanggil Gus Mus adalah seorang penyair, kolomnis, kiai, dan pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang. Ia juga Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Tercatat juga sebagai deklarator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) bersama Gus Dur. Bahkan, Gus Mus juga logo PKB tersebut.
Ulama besar ini telah banyak melahirkan buku. Salam satunya adalah yang berjudul Melihat Diri Sendiri. Buku ini merupakan kumpulan esai yang ditulis oleh Gus Mus, dan judul buku ini diambil dari salah satu judul esai tersebut.
Diawali sebuah kisah metafor, bahwa ada seorang bakhil —terlalu mencintai dunia dan dirinya sendiri—(hal. 268-273) yang dipanggil oleh seorang tokoh ulama ternama untuk menghadap. Saat itu, sang ulama merasa mendekati ajal. Memperoleh perlakuan “istimewa” tersebut, si bakhil merasa mendapat angin surga. Dan dalam hatinya yang congkak ia berkata bahwa apa yang dilakukannya selama ini mendapat apresiasi bagus dari seorang ulama.
Sesampainya di kediaman ulama tersebut, si bakhil bertanya (setelah banyak dialog untuk bercermin diri) dengan rasa waswas, “Wahai Tuan Syekh, apa gerangan? Mengapa Jenengan memanggil saya dan bukan yang lainnya?”
Jawaban kiai kharismatik berikut yang membuat si bakhil menjadi tersungkur dan menyadari kesalahannya selama ini. Sang ulama menjelaskan, “Karena setelah ajalku datang dengan takdir-Nya, aku masih akan bertemu dengan mereka di surganya Allah, sementara denganmu aku tidak akan berjumpa lagi kecuali kamu mampu mengubah perangaimu.”
Mendengar penjelasan ulama tersebut, si bakhil pun tertunduk dan tersungkur di tanah, dan mengakui kesalahannya serta bertobat dengan taubatan nashuha. Sebuah pengakuan dan penyesalan yang bernilai ibadah di sisi Allah, sehingga bagi orang yang bertobat disediakan ampunan yang paripurna (jannatul ma’wa).
Dari metafora tersebut, dipetik hikmah bahwa melihat diri sendiri merupakan diorama penyesalan terhadap sejarah diri. Dengan cara melihat diri sendiri, dari aspek ilmu pengetahuan maupun dari sisi religiusitas, akan membawa kepada pemahaman yang lebih baik. Tidak mudah menghakimi orang lain, tidak gampang menghina, dan tidak serta merta mengatakan bahwa orang lain salah dan yang benar hanya diri sendiri. Karena, seseorang yang merasa banar sendiri akan jatuh pada kesombongan dan congkak.