CATATAN KEMANUSIAAN SI BAPAK TUA
Saya bukan seorang intelek
Bukan yang duduk dibangku perkuliahan
Bukan yang berpakaian rapih di kantoran
Bukan bupatimu yang mangkir panggilan KPK berkali-kali

Aliyah saja saya cukupkan
Tapi mataku bisa menangkap semuanya
Yang bahkan kamu tidak mencatat atau mempedulikan
Kemarin,
Tragedi tumbal di tanah guinea baru
Mengisi halaman kelima belas dicatatanku
Masih ingat kasus nenek marsinah?
Itu juga ada dicatatanku,
Kaum rohingnya?
Bisa berlembar kau membacanya,
Halaman pertamanya kudefinisikan dulu siapa mereka,
Catatannya seperti kisah sejarah nabi
Baiat agama-hijrah-disiksa-wafat-perang-wafat lagi
Keadilan yang disepelekan, kemanusiaan yang dihiraukan
Aku memang rendahan
Tapi catatanku mungkin melebihi mereka
Dan nuraniku jangan dipertanyakan
Baca saja, aku pinjamkan
SEKARAT
Topik pembicaraan pagi sambil ngopi
Nonton tv, liat pengibaran sang saka merah putih
Ayah di kanan ibu di kiri
Semua menyuarakan aspirasi
Kata ayah memulai
Alot perdebatan sana-sini
Lempar kesana lempar kesini
Menteri-menteri cuap sana cuap sini
Punya instagram untuk pencitraan diri
Pergi kesini, statusnya tak berhenti-henti
Diberi caption seolah pahlawan negeri ini
Di lapangan kita liat sendiri.
Geleng-geleng kepala bapak dan ibuku
Sekarat… sekarat… katanya
Tua sudah demokrasi,
Taktik dicari, memecah belah rakyat tiada berarti
Tinggal menunggu sekarat sebelum ajal
Dibunuh oleh perbuatan sendiri
MUSIM PEMILIHAN
Berbicara rakyat
Tentulah tentang aspirasi
Kemanusiaan, HAM, keadilan
Sembako murah, harga gas, cabai di pasar
Bensin naik, pajak naik
Berbicara tentang bijaksana
Tentulah perwakilan rakyat yang dibawa-bawa
Janjinya, visi-misinya, kelakuannya, hartanya, gaya hidupnya, hasil kerjanya.
Sederhana aspirasinya
Tapi banyaknya kepala
Yang buat susah menyatukannya
Maka butuhlah akan wakil rakyat
Yang memiliki kedua sifatnya
Yang berpihak pada rakyatnya
Yang bijaksana sikapnya
Juga musyawarah sebelum mufakat.
ilustrasi: eka rustamanaf.