Sudah 8 bulan lebih virus Corona atau Covid-19 menyerang dunia. Begitu cepat serangannya, yang semula sebagai endemi dalam waktu singkat menjadi pandemi global, mewabah keseluruh penjuru dunia. Semua negara, tanpa terkecuali Indonesia, terkena dampaknya.
Dunia pun berubah begitu cepat, secepat virus yang terus memabah, termasuk bagaimana penyelenggaraan pendidikan di berbagai dunia harus menyesuaikan diri. Pemerintah Indonesia pun tergopoh-gopoh merumuskan kebijakan nasional dalam menghadapi pandemi ini (Wahab, 2020). Beberapa kebijakan yang diambil pemerintah Indonesia untuk menghentikan penyebaran virus ini, seperti melakukan lockdown di daerah yang sudah termasuk ke dalam zona merah atau physical distancing untuk menghindari virus melalui kontak fisik. Pemerintah Indonesia juga menetapkan berbagai protokol kesehatan.
Dengan berbagai kebijakan tersebut, penyelenggaraan pendidikan di Indonesia juga mengalami penyesuaian. Sejak Maret 2020, misalnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim telah menetapkan kebijakan pembelajaran menjadi sistem pembelajaran jarak jauh. Di mana kegiatan belajar mengajar ini di lakukan dari rumah masing-masing atau secara online.
Rupanya, dalam penyelenggaraan pendidikan dengan sistem jarak jauh ini banyak dijumpai kesulitan. Dan hal ini juga dinilai merugikan untuk kemajuan Indonesia. Karena, pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk generasi penerus bangsa. Lantas bagaimana nasib bangsa Indonesia ke depan?
Apalagi sistem pendidikan di Indonesia sering berubah-ubah. Di mana pada 2016 terdapat perubahan pada sistem Ujian Nasional yang tadinya dengan menggunakan kertas ujian kemudian sekarang berubah menjadi Ujian Nasional Berbasis Komputer atau mudahnya yaitu ujian dengan menggunakan komputer.
Hal itu saja sudah menjadi kendala bagi kalangan dunia pendidikan karena kurangnya sarana dan fasilitas sekolah. Kini, diterapkan sistem baru lagi, yaitu sistem pendidikan jarak jauh. Hal ini banyak menuai perdebatan karena dianggap tidak efesien bagi pengajar maupun pelajar.
Banyak sekali tantangan yang harus mereka hadapi jika harus melaksanakan pembelajaran jarak jauh. Memang benar hal ini dapat membuat kemajuan pada sistem teknologi yang ada di Indonesia. Tetapi bagaimana dengan sistem pendidikannya? Para pelajar mengalami kesulitan untuk menyesuaikan hal tersebut. Para pelajar dituntut harus tetap bisa menyerap materi yang diberikan. Dan para pengajar pun juga dituntut untuk bisa menyampaikan materi dengan maksimal kepada para pelajar.
Sistem pembelajaran online ini banyak mengundang keresahan dan banyak menimbulkan masalah baru. Untuk tetap bisa melakukan pembelajan online ini tentu kita harus memiliki fasilitas yang maksimal bukan? Contohnya seperti kuota internet yang mencukupi, jaringan yang memadai, dan gawai yang mendukung.
Bagaimana jika para pelajar tidak dapat memiliki semua fasilitas tersebut? Tentu para pelajar tidak akan maksimal dalam menerima materi. Di luar sana ada beberapa pelajar yang keluarganya berasal dari kalangan menengah ke bawah. Tentu mereka akan mengalami kesulitan, apalagi di masa pandemi Covid-19 karena banyak para pekerja yang terkena PHK. Demi terpenuhinya pendidikan anak, para orangtua rela menjual harta bendanya bahkan meminjam kepada tetangga.
Kini pemerintah telah berupaya dalam menunjang pendidikan para pelajar yaitu dengan memfasilitasi kuota gratis. Tetapi bagaimana jika hal tersebut malah menjadi sia-sia. Karena beberapa pelajar mengatakan bahwa mereka tidak dapat menerima materi dengan baik selama pembelajaran jarak jauh.
Alasan yang mereka berikan rata-rata mengatakan bahwa ketika sedang melakukan pembelajaran jarak jauh, mereka sulit untuk fokus saat guru sedang menjelaskan. Dan yang lainnya mengatakan sering terjadi kendala jaringan. Saat guru menjelaskan, mereka tidak dapat menerima materi dengan sempurna. Dengan demikian pelajar tetap merasakan keresahan meskipun telah disediakannya kuota internet gratis.
Berarti permasalahan yang dihadapi para pelajar dengan adanya pembelajaran jarak jauh ini sangat banyak. Bukan hanya tentang kuota internet, melainkan juga masalah penerimaan dan pemahaman materi yang tidak dapat diterima dengan baik. Hal itu sangat merugikan dan bisa menyebabkan menurunnya tingkat pendidikan serta melemahnya sistem pendidikan di Indonesia.
Di samping itu, para pengajar pun juga mengalami kesulitan yang serupa dengan pelajar. Masalah jaringan, kurangnya pelatihan, dan kurangnya kesadaran dinyatakan sebagai tantangan utama yang dihadapi oleh pengajar. Kurangnya kesadaran dinyatakan sebagai alasan paling penting oleh mereka yang tidak mengadopsi pembelajaran daring diikuti oleh kurangnya minat dan keraguan tentang kegunaan pembelajaran daring. Kurang kehadiran, kurangnya sentuhan pribadi, dan kurangnya interaksi karena masalah konektivitas ditemukan menjadi kelemahan signifikan dari pembelajaran daring (Arora & Srinivasan, 2020).
Adanya sistem pembelajaran online, tentu waktu yang digunakan untuk belajar tidak sama dengan ketika belajar di kelas. Waktu yang digunakan lebih singkat, jadi para pengajar mengalami kendala dalam menyampaikan materi. Juga terkait dengan kemampuan berteknologi. Masih banyak para pengajar yang belum bisa memahami tentang cara berteknologi yang semakin canggih.
Dan masalah yang terpenting adalah para pengajar sulit untuk mengajarkan etika atau nilai moral karena tidak bisa bertatap muka secara langsung. Dengan demikian, baik pelajar maupun pengajar sama-sama mengalami kesulitan selama proses pembelajaran jarak jauh. Diharapkan semoga pandemi Covid-19 ini cepat berakhir sehingga sistem pendidikan di Indonesia kembali pulih. Dan para penerus bangsa bisa melanjutkan pendidikannya dengan nyaman. Sehingga bisa membuat masa depan negara Indonesia menjadi lebih baik.