Dewasa ini, masalah kerusakan lingkungan menjadi salah satu isu sentral dalam problematika hidup masyarakat dunia. Hal tersebut sebagai dampak perubahan iklim dan menipisnya lapisan ozon pada atmosfer Bumi yang disebabkan oleh gaya hidup manusia modern yang menerapkan pola interkasi kurang harmonis dengan alam.
Sebagai problem universal yang dapat menyentuh secara negatif semua anggota masyarakat, sudah seharusnya isu ini tidak hanya ditangani dari aspek teknologi. Akan tetapi, juga seluruh anggota masyarakat yang jmenjadi komponen di dalamnya. Baik aktivis, akademisi, tokoh agama, maupun masyarakat sipil harus turut bertanggung jawab.
Sebagaimana yang dilakukan oleh aktivis gender atau ekofeminis saat ini, perjuangan tidak hanya berkutat seputar masalah hak dan kewajiban suami istri, hak waris, peran sosial, politik, ekonomi, dan akses pendidikan bagi laki laki dan perempuan. Gerakan mereka juga mengangkat isu-isu seputar kerusakan lingkungan yang disebabkan sistem patriarki-kapitalis. Sistem ini dianggap memarginalkan perempuan, dan bisa memberikan dampak buruk bagi lingkungan.
Tulisan ini akan menyuguhkan pengenalan gender pada ekologi alam dari pendekatan studi literatur dalam Al-Qur’an.
Ekologi dan Gender
Ekologi merupakan hubungan antara satu organisme dengan yang lain, dan antara organisme tersebut dengan lingkungannya. Secara harfiah, ekologi juga berarti ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup. Maka, aspek ekologi berfokus pada hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkunganya.
Sedangkan, gender diartikan sebagai seperangkat sikap, peran, fungsi, hak, dan perilaku yang melekat pada diri laki-laki dan perempuan disebabkan bentukan budaya dan lingkungan masyarakat. Maka, konsep gabungan dari hal eko-teologi yang berwawasan gender ialah relasi gender terhadap keserasian pola dari segi peran, fungsi, perilaku/karakter yang melekat pada suatu sistem kehidupan antara makrokosmos (manusia), mikrokosmos (alam), dan sifat sifat Tuhan yang tertera di dalam Al-Qur’an.
Di dalam Al-Qur’an ada beberapa indikasi adanya identitas gender terhadap ekologi alam, yaitu identitas gender dalam keberpasangan dari segi biologis dan identitas gender dari bentuk karakter/sifat pada makhluk.
Identitas Gender dan Ekologi
Perspektif gender dalam Al-Qur’an dapat dilihat dari kutipan Ibnu ‘Arabi, bahwasannya seluruh makhluk hidup di alam raya ini bersifat pasang-pasangan. Konsep berpasangan yang dispesifikasikan dalam Al-Qur’an tidak hanya menyangkut manusia, melainkan juga binatang dan tumbuh-tumbuhan. Salah satu representasi gender dalam ekologi alam bisa dilihat dari keberpasangan langit dan bumi.
Indikasi adanya identitas gender yang diungkap Al-Qur’an bagi ekologi alam terdapat dalam QS Az Dzariyat ayat 49 yang berbunyi
وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
Artinya: Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.
Sayyid Quthub menilai ayat tersebut sebagai uraian tentang alam raya, yaitu langit dan bumi. Langit yang dimaksud mencakup semua lintasan bintang dan planet. Sedangkan, bumi sebagai tempat hunian manusia dan segala makhluk baik hidup maupun mati yang telah diciptakan berpasang-pasangan agar mereka saling melengkapi. Hal ini juga untuk mengingatkan bahwa hanya Allah yang Maha Esa dan Maha Kuasa.
Kategori keberpasangan tersebut juga dikonsepkan oleh Ibnu Asyur sebagaimana ungkapannya bahwa alam raya telah diciptakan Allah dalam satu sistem yang berkaitan dan sesuai dengan kehidupan manusia. Maka, apabila terdapat gangguan pada keseimbangan makhluk hidup pasti akan berdampak pada bagian alam lainnya.
Terlepas dari hal tersebut,adanya identitas gender dapat dilihat dari bentuk karaktersifat pada makhluk. Karakter dan sifat tidak hanya dimiliki oleh manusia. Alam juga memiliki keberpasangan dalam hal karakter feminim dan maskulin. Dalam ekologi alam, karakter tersebut dapat diketahui dari fungsi dan peran yang didefinisikan dalam Al-Qur’an. Contohnya Al-Qur’an mengisyaratkan tentang hal ini, yaitu QS Ar Ra’d ayat 4. Allah berfirman:
وَفِى الْاَرْضِ قِطَعٌ مُّتَجٰوِرٰتٌ وَّجَنّٰتٌ مِّنْ اَعْنَابٍ وَّزَرْعٌ وَّنَخِيْلٌ صِنْوَانٌ وَّغَيْرُ صِنْوَانٍ يُّسْقٰى بِمَاۤءٍ وَّاحِدٍۙ وَّنُفَضِّلُ بَعْضَهَا عَلٰى بَعْضٍ فِى الْاُكُلِۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ
Artinya: Dan di Bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan dan kebun-kebun anggur, tanam-tanaman, dan pohon kurma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan iar yang sama. Kami melebihkan sebagian tanaman itu di atas sebagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian.
Menurut Prof Quraish Shihab yang disebutkan dalam tafsir Al Misbah, ayat tersebut menjelaskan tentang kebesaran dan kekuasaan Allah yang kemudian dilanjutkan dengan penjelasan karakter Bumi dengan melihat adanya kepingan-kepingan tanah yang saling berdekatan dan berdampingan namun kualitasnya berbeda-beda. Ada yang tandus, ada pula yang subur, dan ada juga jenisnya sama yang ditumbuhi oleh tumbuhan yang berbeda. Selain itu, perbedaan juga ditemukan dalam warna, sifat, dan bentuk.
Dalam Tafsir Al Muntakhab dijelaskan bahwa ayat ini mengisyaratkan adanya ilmu geologi, geofisika, dan ilmu lingkungan hidup (ekologi) serta pengaruhnya terhadap sifat-sifat tumbuhan.
Dari sini dapat dipahami bahwa identitas gender juga dialami oleh tumbuhan dan makhluk hidu lainnya. Namun, perlu digarisbawahi bahwa terdapat perbedaan yang mendasar bagi klasifikasi karakter dalam diri manusia dan ekologi alam. Bagi manusia, karakter, peran, dan fungsi memiliki sisi positif dan negative. Namun tidak demikian halnya pada ekologi alam. Sebab, alam raya selalu patuh pada ketetapan yang Allah berikan atasnya. Jika terdapat karakter pada alam yang membawa dampak negatif, hal itu merupakan hasil perbuatan manusia yang menyalahi sistem kerja alam.
Pengenalan alam melalui analisis gender yang dideskripsikan dalam Al-Qur’an tak lain merupakan salah satu upaya penjagaan lingkungan melalui pendekatan agama, sebagaimana gerakan ekofeminis, yaitu upaya kesetaraan gender bagi manusia dalam memperjuangkan hak eksistensinya hidup bermasyarakat. Adanya pengklasifikasian tersebut juga sebagai bentuk eksistensi alam yang perlu kita jaga dan merawatnya Bersama-sama, karena makhluk yang hidup di Bumi juga memiliki jiwa, karakter, dan fungsi masing-masing.
*Naskah peserta Lomba Karya Tulis Ekologi Kaum Santri 2024.
Al-Quran memiliki peran besar dalam membangun kebaikan alam. Al-Quran tidak dapat dipisahkan dengan kondisi alam, baik di bumi maupun di darat. Tinggal bagaimana manusia memperlakukan kondisi alam secara bijak agar generasi mendatang dapat menikmati keaslian dan keasrian alam sekitar.
MANTAP: Artikel yang sangat inspiratif,,, 👍👍👍