Berkat ketekunan dan kegigihanya mengembangkan fikih dan ushul fikih kontemporer yang sesuai dengan karakteristik Nusantara, KH Afifuddin Muhajir dianugerahi gelar doktor honoris causa oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang. Kehadiran sosok KH Afifuddin Muhajir ini memang memberi warna tersendiri bagi perkembangan Islam di Nusantara.
Bertempat di di Aula II Kampus III UIN Walisongo Semarang, Ngaliyan, Semarang, Rabu (20/1/2021), pengenugerahan doktor honoris causa kepada Kiai Afif —panggilan akrabnya— dilakukan melalui proses sidang terbuka yang digelar secara terbatas lantaran memenuhi protokol Covid-19. Sidang dihadiri kalangan akademis dan dipimpin Rektor UIN Walisongo Semarang Prof Imam Taufiq.
Sebelum itu, UIN Walisongo membentuk tim untuk melakukan serangkaian proses kajian akademik seputar kontribusi Kiai Afif terhadap perkembangan keilmuan, khususnya di bidang fikih. Berdasarkan hasil kajian tim, Kiai Afif dipandang layak mendapatkan gelar kehormatan atas gagasan dan kiprah ilmiahnya dalam menyajikan fikih dan ushul fikih untuk menjawab berbagai macam persoalan bangsa.
Kini, Kiai Afif ercatat sebagai tokoh ke-3 yang menerima gelar honoris causa dari UIN Walisongo Semarang. Sebelumnya, gelar kehormatan dari UIN Walisongo Semarang juga diberikan kepada Dahlan Iskan, dan KH Husein Muhammad.
“Lewat pertimbangan matang, lewat karya, rekam jejak dan kearifan Kiai Afif, gelar ini kami berikan sebagai wujud apresisasi kepada tokoh yang telah berjasa pada pengembangan keilmuan di bidang fikih dan ushul fikih, baik di tataran teoretis maupun praktis,” kata Rektor UIN Walisongo Semarang Prof Imam Taufiq dalam sambutan penganugerahan gelar kehormatan kepada Kiai Afif.
Bagi Prof Imam Taufiq, karya besar Kiai Afif yang dinilai berdampak langsung kepada masyarakat luas, di antaranya ialah konsep fikih Nusantara atau fikih Indonesia. Konsep tersebut merupakan ikhtiar Kiai Afif dalam membumikan pemikiran-pemikiran Islam, khususnya di bidang hukum Islam.
Ikhtiar Kiai Afif dinilai sangat kontekstual untuk diterapkan dalam masyarakat Indonesia. “Konsepsi tentang Islam sekaligus praktek keber-Islam-an di Indonesia sebagai hasil dari kombinasi dan kompromi antara teks-teks syariah dan realitas, budaya serta kearifan lokal. Beliau mampu menempatkan hubungan antara agama dan negara di Indonesia dalam pertalian atau hubungan yang harmonis,” demikian Prof Imam Taufiq.