Gunting Bang Cukur

2 views

“Atasnya potong sedikit ya, Bang,” ujar pria yang tengah duduk di depan cermin yang terlihat sedikit kusam itu.

“Loh, tumben, Kang?” sahut Bang Cukur sembari tetap memainkan guntingnya dengan lihai.

Advertisements

“Yah, kalau sudah disuruh bini mau bagaimana lagi, Bang.”

Ucapan pria tersebut kemudian disusul dengan gelak tawa renyah Bang Cukur. Sesekali terdengar pula suara tek tek tek gunting Bang Cukur yang diketok-ketokkan pada sisir untuk menggugurkan sisa-sisa potongan rambut.

Aku yang sejak setengah jam duduk di kursi reyot untuk antre mulai jenuh menunggu giliranku dipotong. Suhu udara yang pengap di kedai cukur sempit beralas tanah ini membuat kepalaku jadi gatal. Rasanya ingin kucukur habis saja rambut gondrongku.

Krek krek krek. Tek tek.

“Nah, sudah,” kata Bang Cukur sambil mengebas-ngebaskan tangannya yang, mungkin, pegal.

Pria itu bangkit dari kursinya dan melepas mantel cukur warna merah bertuliskan Gatsby yang membalut tubuhnya. Untuk beberapa detik ia mematut-matut model rambut barunya di depan cermin sambil menampakkan senyum tengil. Ia terlihat puas dengan hasil karya Bang Cukur. Sepertinya, istrinya akan sangat senang melihat tampilan baru itu.

“Mirip Ronaldo,” ujarnya kemudian sambil tertawa cekikikan.

Setelah menyodorkan beberapa lembar uang, pria itu berlalu dari kedai cukur. Mungkin ia akan memamerkan model rambut barunya kepada siapa pun yang ditemui di jalan. Dan kini, giliranku yang duduk di hadapan cermin kusam ini mengenakan mantel cukur warna biru bertuliskan Pomade.

“Peh! Rambutnya gondrong, Gus. Mau dipotong model apa?” tanya Bang Cukur padaku sambil menatap lewat cermin kusam itu. Nadanya terdengar setengah terkejut. Wajar saja. Mungkin karena melihat rambut gondrongku yang sudah menyerupai sabut kelapa.

“Terserah sudah, Bang,” jawabku dengan nada pasrah, “yang penting rapi. Daripada si Mamak uring-uringan terus di rumah.”

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan