Menjadi pondok pesantren tertua di Jawa Timur, Pesantren Al Hamdaniyah Sidoarjo telah melahirkan banyak ulama besar, salah satunya KH Hasyim Asy’ari. Masih setia dengan tradisi lama selama hampir 2,5 abad, hingga kini pondok ini tetap eksis dan telah menjadi bagian dari titik simpul perkembangan Islam di Nusantara.
Tradisi lama yang terus dipertahankan oleh Pesantren Al Hamdaniyah selama hampir 2,5 abad ini adalah metode belajar kitab dengan sistem bandongan, sorogan, dan watonan. Meskipun, pada beberapa tahun belakangan ada pengembangan pendidikan formal sistem modern, namun pondok ini tetap mengutamakan pembelajaran dengan bandongan, sorogan, dan watonan. Bahkan, bentuk pondokan dan lanskap lama lingkungan pesantren ini tetap dipertahankan. Nyaris tak ada sentuhan arsitektur modern.
Pesantren ini didirikan pada 1787, yang menjadikannya sebagai pesantren tertua kedua di Jawa Timur setelah Pondok Sidogiri. Hingga kini, Pesantren Al Hamdaniyah masih sering disebut sebagai Pondok Panji, merujuk pada nama tempat pondok ini berada. Ia terletak di Desa Siwalan Panji, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo.
Selain sistem pembelajarannya, Pondok Panji juga masih mempertahankan bangunan-bangunan lama, model kuno. Misalnya, bangunan pondok untuk bilik atau kamar santri masih dipertahankan seperti sedia kala. Dindingnya berupa anyaman bambu. Bangunan itu disekat-sekat menjadi bilik-bilik kamar santri. Tiap kamar berukuran 2 x 3 meter untuk dihuni dua hingga tiga santri. Dan, bagian lantai yang terbuat dari papan-papan kayu disangga oleh tiang-tiang beton. Sama persis dengan gothakan atau pondok-pondok angkringan tempo dulu.
Tak ketinggalan, bilik yang selama lima tahun pada akhir 1890-an pernah dihuni KH Hasyim Asy’ari, salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU), masih dipertahankan hingga kini dalam bentuk aslinya. Tidak itu saja, bangunan dari anyaman bambu yang pernah menjadi tempat pertemuan antara Presiden Soekarno, Bung Hatta, dan Bung Tomo yang pada akhirnya melahirkan Laskar Hizbullah dan mengobarkan perang kemerdekaan 10 November 1945, juga masih dipertahankan hingga kini, dalam wujud aslinya.
Karena itu, selain telah menjadi bagian dari warisan perkembangan Islam di Nusantara, keberadana Pondok Panji layak disebut sebagai warisan budaya bangsa.
Dalam perkembangannya, Pondok Panji kemudian juga dikenal sebagai Pesantren Al Hamdaniyah, merujuk nama pendirinya, KH Hamdani. Kiai Hamdani lahir di Pasuruan pada 1720. Ia dikenal sebagai ulama yang zahid, abid, dan wara’. Setelah menikah dan dikarunia dua putra, Kiai Hamdani pindah ke daerah Sidoarjo untuk memperluas syiar Islam. Ia kemudian menemukan daerah rawa-rawa di Desa Siwalan Panji. Di atas lahan rawa-rawa yang sudah mengering inilah Kiai Hamdani mulai membangun pondok untuk mengajar ilmu agama kepada santri dan masyarakat sekitar. Bahan-bahan bangunannya, berupa kayu dan bilah-bilah bambu, didatangkan dari daerah Cepu.
Banyak ulama besar yang dulunya nyantri kepada Kiai Hamdani di Pondok Panji ini. Selain KH Hasyim Asy’ari, yang pernah tercatat sebagai santri Pondok Panji di antaranya adalah KH Abdul Madjid, KH Ali Wafa, KH Asaad Samsul Arifin, KH Alwi Abdul Aziz, KH Usman Ishaqi, KH Nawawi, KH Barizi, KH Abdul Karim Lirboyo, KH Sahal (pendiri Gontor Ponorogo), dan KH Ridwal Abdullah (pencipta lambing NU).
Pada pertangan abad ke-19, sekitar 1840-1845, merupakan puncak keemasan Pondok Panji. Santrinya hingga mencapai ribuan. Mereka datang daru berbagai daerah, seperti dari Sidoarjo sendiri, Pasuruan, Surabaya, Gresik, Madura, Probolinggo, Lumajang, Banyuwangi, dan daerah-daerah lainnya. Namun, karena berbagai sebab, pondok ini sempat vakum sekitar tiga tahun, pada 1997-2000.
Setelah tahun 2000, generasi kedelapan dari kerutunan Kiai Hamdani mulai menghidupkan kembali kegiatan Pesantren Al Hamdaniyah, dengan tetap mempertahankan metode pembelajaran yang sudah diwariskan pendirinya selama 233 tahun. Meskipun begitu, Pondok Panji tidak menutup diri terhadap perkembangan zaman. Misalnya, saat ini juga sudah ada sekolah formal, misalnya SMP dan SMA yang mengadopsi kurikulum pendidikan nasional. Namun, ciri khasnya sebagai pesantren salaf tak pernah hilang. Pondok Panji telah menjadi simbol peneguhan tradisi santri.