HUJAN TANAH GARAM

7 views

HUJAN TANAH GARAM

siapa yang duduk di tepi tambak garam, ditemani
derak kincir hampir patah. angin yang terus luruh dari
dahan kesambi. ayah menatap sebidang tanah garam
dilacuri hujan dan panas bergantian. di akhir, matahari
padam. mengubur terik di pucuk-pucuk langit lebam

Advertisements

betapa kesakitan tertancap di dada kiri,
harapan yang sama-sama kita pajang
remuk oleh badai yang berkemelut di halaman
halaman kita, sejengkal tanah asin. terus-terusan
memanjatkan terik dan memanggil kemarau

dengan siul anak gembala, di bukit cempaka
yang tandang justru penghujan pada mata
berderai-derai di kepala, mengacak rambut
serta dingin yang terkirim ke dusun tubuh

segala yang tertanam di bumi, terberkati
tiap benda yang menggantung di langit
raib alangkah gesit. hujan gegas dari
langit sepi. semula tercipta dari kecipak ombak

yang duduk memperpanjang murung
di tepi tambak garam; kita yang menaruh ratap
kepada benda asin di samping kincir

2020.

TANAH KANDUNG

segala yang kuiingat, sudut rumah dan jalan becek
ke timur menuju kebun. di sana, kenangan subur
tumbuh sulur sulur biru. menjalar terus-menerus
merajah kepala enggan dimentahkan mantra.
ke barat, lau dengan gudang gudang tua di tepi
mendenyarkan telinga lewat kertap ombak
yang berdering mengiring sakal angin

kelak pada kepulanganku—yang keberapa.
hanya aroma tanah seperti biasa, kuburu
sampai hilang segala teduh. angin menepi
ke balik rimba rimba, mendarat di punggung bukit
dan kita diingatkan, kelopak daun di ladang ayah
gugur setangkai setangkai dihunus terik.
;hanya kepadanya kuhatur degup paling serampangan

dusun-dusun kecil, menarik ingatan kembali ke pangkal
kita lahir dari rahim garam lalu ombak berdebaran.
tersebab laut dan sepetak tanah humus, menepati
saban keringat di tiap ujung hari. menolak lupa
menyambut anak anak yang tumbuh dari rahim bumi
dan kita hanya menghitung nikmat paling tampak
alpa pada kehangatan lain yang terbit tanpa henti

2020.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan