Saya adalah alumnus Pondok Pesantren Annuqayah daerah Lubangsa Raya. Menimba ilmu di pesantren ini membawa keberkahan tersendiri bagi saya pribadi. Dengan segala keterbatasan finansial, orangtua saya tetap berusaha memberikan dukungan untuk selalu sabar dan menerima apa adanya. Kondisi ini yang menyebabkan saya suka tirakat, tidak melewatkan salat malam, dan selalu berdoa tanpa berputus asa.
Terkait dengan berkah kiai, dalam hal ini KH Warits Ilyas, suatu malam saya bermimpi menghadap Beliau di kediamannya. Sesampainya di sana, saya disambut oleh Nyai Warits, dan mempersilakan saya masuk. “Ada apa Lik, kok datang ke sini?” begitu Nyai menanyakan keperluan saya.
“Saya ingin bertemu dengan Kiai (KH Warits Ilyas),” jawab saya pada saat itu.
“Oh ya, silakan duduk dulu,” kata Nyai mempersilakan saya duduk.
Tidak berapa lama, Kiai Warits datang menemui saya. Dalam mimpi itu, Beliau mengutarakan bahwa besok akan bepergian jauh, ke Kalimantan. Kemudian Beliau minta saya untuk mendoakannya agar selamat dalam perjalanan.
“Doakan aku ya, semoga selamat dalam perjalanan ini,” begitu Kiai Warits berkata kepada saya.
Sebagai santri Beliau, tentu saya mengiyakan permintaan tersebut. Pada saat itu terjadi tragedi Sampit yang melibatkan etnis Madura dan etnis Dayak (penduduk asli Kalimantan). Sehingga, kepergian Beliau ke sana akan sangat berisiko. Tetapi Kiai punya alasan tersendiri dalam perjalanan ini.
Saya pun terbangun dari mimpi. Malam sudah larut. Sebentar lagi fajar menyingsing. Saya bangun untuk melaksanakan salat malam. Esok pagi, setelah salat subuh, KH Warits Ilyas (alm) memberikan pengumuman persis sebagaimana yang saya mimpikan beberapa jam sebelumnya. Saya merasa terkejut, sekaligus bangga bahwa sepertinya terjadi hubungan batin yang kuat antara saya dengan Beliau. Meski saya meyakini bahwa perhatian Kiai Warits pasti tercurah kepada semua santrinya, tanpa terkecuali.
Salah satu kebiasaan saya, bahkan hingga saat ini, adalah mengirimkan fatihah kepada Kiai Warits. Amalan ini saya lakukan demi ikatan batin yang semakin kuat, serta sebagai ketakziman seorang santri kepada guru. Saya berharap bahwa amalan ini akan membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat.