Indonesia Bagian dari Pesantren Saya*

Bahkan sebelum istilah “Indonesia” diciptakan, pesantren telah ada untuk merawat kehidupan di bumi Nusantara ini selama berabad-abad. Ketika Indonesia akhirnya lahir, pesantren juga menjadi bidannya. Juga menerimanya sebagai bagian dari dirinya, bahkan menjadi ibu asuhnya hingga hari ini.

Pesantren hanya ada di sini, ya di sini, bahkan sejak Indonesia belum pernah terpikirkan oleh siapa pun. Kiai juga hanya ada di sini. Ya, di sini, karena ia berbeda dengan sekadar ulama atau syekh. Santri juga hanya ada di sini. Ya, di sini, karena ia berbeda dari sekadar siswa atau murid atau talib atau student. Di negara mana pun, pada bangsa mana pun, tak ada yang serupa dengannya, karena ia memang tumbuh dari buminya sendiri sejak beratus-ratus tahun lampau.

https://www.instagram.com/jejaringduniasantri/

Jika tak ada pesantren, belum tentu ada Indonesia, Indonesia seperti yang kita lihat hari ini. Tengoklah ke sejarah masa lalu. Siapa yang paling dini memiliki kesadaran dan kesabaran untuk mendidik masyarakat? Ya padepokan, yang kemudian bertransformasi menjadi pesantren, yang sistemnya terus berkembang hingga hari ini.

Siapa yang paling telaten mengayomi masyarakat selama masa penjajahan yang begitu panjang? Ya pesantren. Siapa yang paling gigih melakukan penolakan dan perlawanan terhadap kebengisan dan kezaliman kaum penjajah kalau bukan orang-orang pesantren. Karenanya, di masa itu, banyak pesantren yang diserbu dan dibakar pasukan penjajah karena menjadi pusat perjuangan rakyat. Karenanya, banyak tokoh-tokoh pesantren yang dibui dan dieksekusi pasukan penjajah karena menjadi pengobar pemberontakan.

Hanya pesantren yang mengajarkan bahwa mencintai tanah air bagian dari iman. Tidak mencintai tanah air berarti bukan orang beriman atau imannya tak sempurna. Mana ada yang seperti pesantren kecuali di sini, ya, di sini.

Ketika masanya penjajah harus angkat kaki dari Bumi Pertiwi, pesantren juga yang terdepan menyambut lahirnya Indonesia merdeka. Dan menjadikannya sebagai bagian dari dirinya. Orang-orang pesantren juga yang akhirnya menyetujui agar “tujuh kata” dalam Piagam Jakarta disetip sehingga Indonesia tak jadi negeri syariat demi tegaknya Indonesia.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan