TUHAN PUN ERAT MEMELUK
(1)
Pada gelombang pasang yang bergulung-gulung
di Minggu pagi yang tak bermendung
jerit siapa terapung-apung
samar terdengar menggapai pucuk gunung
Pada dinding air pecah mengebah
di Minggu pagi yang terendam amis darah
tangis siapa membuncah
luput hanyut bersama pohon rebah
Pada reruntuk bumi yang remuk
di Minggu pagi yang tak sempat hiruk
bayang siapa hilang bentuk
gamang mengguguk entah dipeluk
(2)
Setelah reruntuk menumpuk bumi yang remuk
desir angin datang membujuk bagai suluk
tapi semua terasa asing, semua merasa pangling
dan pada dinding hening semua akan berpaling
Kelak pada dinding hening
yang melipat peta-peta lama
kita akan berbaku tanya
tentang alamat kota-kota duka
Kelak pada sampul majalah tua
yang menyimpan beribu cerita
kita akan teringat pada yang luput dicatat
bahwa yang telat ditangkap adalah isyarat
(3)
O, pagi yang menguras air mata
meringkus segala rasa
Akan selalu ada peristiwa
yang selalu luput terbaca
O, hari meraja perkasa alam
meringkus segala rasa dalam diam
Akan selalu ada pilu merajam
ketika semua jadi milik yang silam
Bumiku, bumiku, bumiku
siapa tak tahu dirindu
Bumiku, bumi yang jadi reruntuk
Tuhan pun kini erat memeluk
Maret 2005.
JALAN SURGA
Bila surga hanya punya satu pintu
Dan satu jalan untuk menuju
Betapa miskinnya Tuhan kita
Bila banyak jalan menuju Roma
Tentu lebih banyak jalan menuju surga
Karena Tuhan kita Maha Kaya
Itu jalanmu
Ini jalanku
Di tempat yang sama
Kita akan bertemu