Jangan Ada Persekusi, Undang Jadi Santri

Memang wajar jika tayangan Xpose Uncensored di Trans7 pada 13 Oktober 2025 lalu itu membuat publik marah, terutama dari kalangan pesantren. Tayangan tersebut seakan mendidihkan amarah yang selama ini terpendam.

Sebab, meskipun sudah lama banyak berseliweran suara-suara minor di berbagai platform media yang mencitrakan pesantren sebagai “buruk rupa”, nyaris tak ada reaksi apa-apa. Tapi, tayangan di program Xpose tersebut akhirnya membuat bendungan kemarahan itu jebol juga. Unjuk rasa meledak di mana-mana, berhari-hari.

https://www.instagram.com/jejaringduniasantri/

Terus terang, saya mulai agak risau dengan aksi-aksi untuk meluapkan kemarahan itu yang terus bergulir hingga hari ini. Saya berdoa, semoga tak berlebihan, apalagi sampai melampaui batas.

Rasanya, mendatangi kantor pusat Trans7 untuk protes dan minta pertanggungjawaban sudah cukup. Rasanya, mendatangi DPR untuk mengawal kasus ini sudah cukup. Rasanya, meminta Komisi Penyiaran Indonesia untuk memberi sanksi kepada Trans7 sudah cukup. Rasanya, melaporkan kasus ini ke penegak hukum sudah cukup. Dan, unjuk rasa di ruang-ruang publik untuk mengekspresikan kekecewaan dan kemarahan rasanya juga sudah cukup.

Lebih dari itu, menurut saya mulai berlebihan. Misalnya, menggerududuk (dan menyegel?) Transmart, jaringan toko ritel yang memang masih satu induk perusahaan dengan Trans7, CT Corp. Atau, menggeruduk youtuber atau konten kreator yang terkesan membela Trans7 dan memandang negatif reaksi kalangan pesantren atas tayangan dalam Xpose tersebut. Bahkan, ikut-ikutan menjelek-jelekkan pesantren dalam konten mereka.

Dari pemberitaan media massa kita tahu, seorang youtuber di Jember, Stevansyoung, rumahnya didatangi Barisan Ansor Serba Guna (Banser). Belakangan, konon, rumah youtuber kondang Guru Gembul juga disatroni. Dalam kontennya, Guru Gembul memang mengkritik apa yang disebutnya sebagai feodalisme di pesantren dan membenarkan apa ditayangkan Trans7.

Apa yang ditayangkan Trans7 itu, dan reaksinya atasnya, akan terus menjadi “bahan gorengan” oleh banyak youtuber atau konten kreator seperti Stevansyoung dan Guru Gembul dan sejenisnya. Sebab, bagi mereka, isu dan kontroversinya sangat panas dan menarik, dengan demikian akan menyedot perhatian publik. Golnya adalah konten mereka viral dan platform media mereka mendulang banyak views. Mereka ini, bisa jadi, orang-orang yang tidak tahu pesantren atau yang memang pembenci pesantren sehingga punya agenda tersembunyi (hidden agenda).

Sialnya, fenomena tersebut terjadi di era post-truth. Era, di mana kebenaran hakiki, atau fakta-fakta objektif, tak lagi punyak pengaruh signifikan dalam membentuk opini dibandingkan dengan emosi atau keyakinan pribadi. Pada arena ini, ketika hiperrealitas telah diindustrialisasi atau dimonetisasi, propaganda penihilan eksistensi pesantren akan masif dan sangat sulit untuk dibendung. Lalu, opini publik akan terbentuk sesuai dengan agenda mereka.

Apa yang Harus Dilakukan

Kalangan pesantren harus tahu bahwa kita sekarang hidup di zaman seperti ini, zaman di mana batas antara yang benar dan takbenar menjadi kabur. Orang hanya percaya pada yang (di)tampak(kan). Karena itu, dalam kasus tayangan Trans7, bereaksi secara berlebihan, apalagi sampai mempersekusi, justru akan merugikan citra pesantren.

Lalu, apa yang harus dilakukan? Salah satunya justru dengan cara merangkul mereka, semuanya. Coba bayangkanlah ini: Guru Gembul dan Stevansyoung dan sejenisnya, atau rumah produksi pembuat konten di Trans7 dan voice over-nya dan sejenisnya, diundang ke pesantren.

Meskipun, mereka getol berbicara tentang pesantren, saya yakin mereka belum pernah menjadi santri, atau sekadar berkunjung ke pesantren. Mereka baru melihat dari luar pagar. Beri kesempatan mereka untuk datang langsung ke pesantren. Mungkin bisa mengalami rasanya menjadi santri satu-dua pekan atau sebulan. Mereka bisa tidur dan mandi bareng santri. Mereka bisa mayoran dan roan bareng santri. Mereka bisa merasakan berelasi langsung dengan kiai.

Kalau mereka tak mau menjadi santri, undanglah sebagai tamu istimewa. Beri mereka akses dan waktu seluas-luasnya untuk mengamati langsung dengan mata kepala sendiri, memahami langsung dengan keterbukaan hati, kehidupan di pesantren. Biar mereka belajar apa yang pernah dilakukan oleh peneliti asal Jepang Mitsuo Nakamura, peneliti asal Australia Greg Barton, dan terutama peneliti asal Belanda Martin van Bruinessen.

Sewaktu masih mahasiswa, saya pernah mewawancarai Martin van Bruinessen untuk kepentingan majalah kampus. Saya diajak ke rumahnya di Yogyakarta. Betapa terkejut dan takjubnya saya ketika memasuki rumahnya. Rumahnya adalah perpustakaan. Hampir semua bukunya adalah kitab kuning. Rasanya perpustakaan pesantren malah kalah. Setelah bertahun-tahun melakukan riset, barulah Martin van Bruinessen menulis tentang pesantren, kitab kuning, dan tarekat. Ia menteorisasikannya, juga memberikan kritik. Ia meneliti dulu, baru menulis buku. Bukan ngonten dulu, baru mencari tahu.

Karena itu, rangkul dan undang mereka, para youtuber dan konten kreator itu, untuk datang ke pesantren. Biar mereka bisa meniru apa yang telah dilakukan oleh Martin van Bruinessen, Mitsuo Nakamura, dan Greg Barton, misalnya. Jangan malah digeruduk dan dipersekusi.

Saya teringat salah satu pesan KH Marsudi Syuhud. Beberapa tahun lalu saya pernah sowan ke ndalem Kiai Marsudi. Begini pesannya kepada jejaring duniasantri: “Santri itu sudah beres, tak usah diurus-urus. Justru, tugas kita itu sekarang menyantrikan yang belum santri itu.” Nah, tugas untuk merangkul dan mengundang mereka bisa diinisiasi oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI-NU), atau lembaga dan komunitas yang memiliki kepedulian yang sama.

Bagaimana kalau mereka menolak diundang? Ya tinggal “dikontenkan” saja: Eh, ternyata Guru Gembul menolak diundang ke pesantren; Eh, ternyata Stevansyoung tak mau diundang ke pesantren; Eh, ternyata DF Larasati belum berkenan diundang ke pesantren.

Mungkin terlihat sepele. Tapi hal tersebut akan menjadi simulakrum baru dalam dunia hiperrealitas.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan