Jatim Pilih 30 Pesantren Jadi Pilot Project Program OPOP

82 views

PEMERINTAH Provinsi (Pemprov) Jawa Timur telah menetapkan setidaknya 30 pesantren di wilayahnya untuk diikutkan dalam program pendampingan One Pesantren One Product (OPOP) Training Center. Kamis pekan lalu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meresmikan peluncuran OPOP Training Center yang ditempatkan di Universitas nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa).

OPOP Training Center ini didirikan untuk menjadi pusat research and development (R&D) produk unggulan pondok pesantren Jawa Timur. Tujuannya, agar produk unggulan pondok pesantren bisa dikembangkan kualitasnya dan juga dibangun jejaring pemasarannya sehingga bisa masuk ke skala pasar yang lebih luas. Lembaga ini dipimpin oleh M Nuh, mantan Menteri Pendidikan.

Advertisements

Di Jawa Timur saat ini ada sekitar 6000 pesentren. Dari jumlah itu, pada tahap awal yang disiapkan untuk dijadikan pilot project pendampingan dari OPOP Training Center berjumlah 30 pesantren.

Menurut Khofifah, khusus di Jawa Timur, program OPOP dikembangkan melalui tiga pilar. Pertama, menyasar santripreneur untuk menciptakan wirausaha baru di kalangan siswa Aliyah,  SMA,  SMK, mahasiswa, dan santri lainnya yang ada di lingkungan pesantren. Kedua, pesantrenpreneur yang merupakan peningkatan kualitas dan pemasaran produk melalui penguatan koperasi pesantren. Dan, ketiga, sociopreneur yang tak lain merupakan upaya menumbuhkan wirausaha baru dari kalangan alumni pesantren yang melibatkan masyarakat sekitar pesantren

“Saya melihat potensi pesantren luar biasa. Ada 6 ribu lebih pesantren di Jatim. Sidogiri bahkan sudah menunjukkannya dengan membangun jejaring lewat retail dan perbankan syariahnya,” kata Khofifah saat meresmikan OPOP Training Center.

Khofifah menjelaskan, pesantren sebenarnya sudah mempunyai produk-produk unggulan, khusus komoditas pertanian dan handicraft. Bahkan, beberapa pesantren telah mengembangkan animasi, film, serta produk digital IT lainnya. Hanya, pesantren-pesantren tersebut masih butuh pendampingan. Pendampingan diperlukan agar quality control produknya tetap terjaga dengan baik, quantity produknya mencukupi, dan continuity produknya bisa terjaga. “Sehingga ketika ada permintaan dalam jumlah besar, pesantren-pesantren ini telah siap,” Khofifah menegaskan.

Melalui OPOP Training Center, demikian direncanakan, produk antar-pesantren yang memiliki kemiripan akan digabungkan agar mampu memenuhi permintaan pasar. Produk-produk pesantren tersebut, kata dia, berpotensi masuk ke wilayah market place yang ada, seperti Bukalapak maupun Alibaba.

“Tentunya jika kualitas dan kuantitas produknya bisa memenuhi standar. Cuma, banyak mereka yang tidak mendapatkan pendampingan yang komprehensif. Mulai desain produknya, kualitas produknya, jejaring marketnya. Inilah pentingnya OPOP Training Center,” kata Khofifah.

Koordinator OPOP Training Center M Nuh, mengatakan, saat ini sudah ditunjuk 30 pesantren dari seluruh wilayah Jawa Timur untuk didampingi di OPOP Training Center. Mereka adalah pesantren yang para santrinya sudah memiliki embrio produk. Mulai produk bidang fashion, makanan, bahan olahan, serta software dan start up.

“Kita akan petakan berdasarkan produknya. Mereka akan dikelompokkan berdasarkan kecocokannya dan diberi pelatihan dan pendampingan. Karena, kan, teknik pengembangannya tak bisa dipukul rata,” terang M. Nuh.

Peluncuran OPOP Training Center ini juga dihadiri sejumlah tokoh di bidang pemasaran dan pengembangan ekonomi kreatif, Hermawan Kertajaya, Ahmed Osman, dan Prof Ki Chan Kim. Mereka adalah para petinggi International Council for Small Business (ICBS) di Indonesia, Mesir, dan Korea.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan