Pada satu kesempatan di tengah-tengah perjalanan penelitian di Tapanuli Selatan, Sumatra Utara, saya mampir di rumah Kepala Desa Panompuan Syahrul Sopandi Harahap. Obrolan seputar adat istiadat pada akhirnya berujung pada perkembangan pesantren yang setia pada kultur pesantren di Sumatra, khususnya Sumatra Utara, dan lebih khusus lagi di Tapanuli Selatan.
Syahrul berkisah mengenai Pondok Pesantren Nurul Falah yang berada di bawah wilayah pemerintahannya. Ia mengatakan bahwa ia sangat kenal dengan Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Falah Tamosu Panompuan, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, KH Abdullah Harahap.
Pondok Pesantren Nurul Falah Tamosu Panompuan sebenarnya tidak terlalu jauh dari Kota Padangsidimpuan. Dari pusat kota hanya diperlukan waktu sekitar empat puluh lima menit. Pondok pesantren ini didirikan oleh Syekh Abdul Aziz Harahap, salah satu ulama kharismatik yang sangat berpengaruh di Tapanuli Selatan. Pondok pesantren yang setiap tahunnya meluluskan kurang lebih 200-an wisudawan itu berdiri pada tahun 1993. Tongkat estafet kepemimpinan di pesantren tersebut kemudian beralih ke tangan KH Abdullah Harahap, yang sekarang ini juga menjabat sebagai Rais Syuriah PCNU Tapanuli Selatan.
KH Abdullah Harahap mengatakan bahwa sebagai salah satu pesantren berbasis NU di Tapanuli Selatan, Nurul Falah mempunyai visi-misi yang ideal, yaitu mencetak generasi muda menjadi ulama yang andal, mandiri, dan tangguh. Hal ini dirasa perlu untuk menciptakan generasi NU yang siap bersaing dan siap menjawab tantangan zaman.
Pesatren yang akrab dengan sebutan Pesantren Panompuan ini sekarang memiliki sekitar 500-an santri dan 40-an tenaga pengajar. Sebagai pesantren dalam pengertian khas -sebagai subkultur, Pesantren Panompuan tetap berkomitmen mempertahankan sistem belajar salafiyah meskipun tidak mengesampingkan ilmu pengetahuan berbasis teknologi, sains, dan informasi sebagai bekal untuk menghadapi era industry 4.0 dan masyarakat 5.0.
Oleh karena itu, menurut KH Abdullah Harahap, santri wajib tinggal di asrama dan pondok. Hal itu dimaksudkan agar kegiatan belajar mengajar yang berbasis pada pengetahuan umum sesuai kurikulum dilangsungkan pada pagi hari dapat terlaksana dengan baik. Demikian juga, jadwal tersebut tidak akan berkelindan dengan kegiatan belajar mengajar pada pengetahuan diniyah; salafiyah, mujataroh, latihan imam, albarzanzji, dan program diniyah lainnya dilangsungkan pada sore dan malam hari. KH Abdullah Harahap ingin agar pesantren dapat mempersiapkan generasi berakal, calon ulama yang berilmu secara optimal.
Pondok Suluk
Di lain pihak, terdapat satu hal yang menarik dari pesantren Nurul Falah ini, yaitu adanya kegiatan persulukan. Di Pondok Pesantren Nurul Falah setiap tahunnya melaksanakan ibadah suluk tiga kali dalam setahun, waktunya bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW, Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW, dan Lebaran Haji dan pada bulan Dzulhijjah. Biasanya, suluk dilaksanakan selama tiga hari, dari Kamis hingga Minggu.
Yang istimewa dari kehidupan suluk yang diterapkan di pesantren ini adalah bahwa suluk bukan hanya urusan dengan kehidupan rohani, melainkan juga untuk urusan duniawi. Para salik yang hadir di Panompuan diharapkan potensial dan produktif , sehingga mereka dapat menolong dirinya masing-masing.
Suluk atau parsulukan semacam ini dapat dijadikan sebagai model pesantren parsulukan atau tempat suluk yang sinergis dengan akar budaya salik yang rata-rata agraris dan tetap khusuk menempuh jalan salik dalam kehidupan suluk. Inilah yang barangkali disebut sebagai mempersiapkan generasi berakal dan membimbing generasi beramal.
Di tangan KH Abdullah Harahap akal dan amal berjalan beriringan. KH Abdullah Harahap adalah alumnus Pondok Pesantren Nabundong, Pondok Pesantren NU perintis di Tapanuli Selatan, yang akan kita ulas dalam jelajah pesantren di Sumatra Utara berikutnya.