Wajah Soema tampak sekelabu langit Jakarta. Hingga sesiang itu, ia masih duduk termangu sambil merutuki dagangannya yang teronggok sepi. Padahal, di mulut gang itu, di pinggir jalan besar itu, begitu banyak orang lalu lalang. Namun, seakan tak ada yang menoleh pada aneka dagangan Soema.
Ketika azan zuhur berkumandang, dengan bibir terkatup ia mulai mengemasi dagangannya dan memasukkannya ke dalam kantung plastik besar, kemudian memanggulnya. Dengan langkah gontai, Soema berjalan pulang. Sesampai di rumah, ia meletakkan begitu saja dagangannya di atas meja, lalu duduk bersandar di kursi sambil menerawangi pintu rumahnya yang dibiarkan terbuka.
Soema terbangun dari lamunannya ketika kedua anaknya pulang dari jumatan. Wajah kedua anaknya berseri-seri. Yang membuat Soema heran, kedua anaknya tersebut masing-masing membawa sekotak makanan dan segelas minuman dingin.
“Dari mana kalian dapat makanan dan minuman itu?” tanya Soema.
“Dari masjid, Bunda,” jawab Yazid, anak bungsu Soema yang duduk di kelas 6 SD.
“Ya, Bunda. Katanya Jumat Berkah, jadi beberapa orang bersedekah di masjid pas jumatan. Jumat yang kemarin kami tidak kebagian. Kalah berebut,” sahut Yahya, anak sulungnya, yang duduk di kelas 2 SMP.
“Ya sudah, cepat dimakan,” kata Soema. “Tiap Jumat ada yang bersedekah seperti itu ya di masjid?” sambung Soema.
“Ya, Bunda. Namanya Jumat berkah.”
Sambil memandangi anak-anaknya mengunyah makanan, otak Soema mulai berputar. Tak lama kemudian ia membuka HP, lalu memposting ajakan di grup percakapan yang anggotanya adalah ibu-ibu wali murid dari sekolah yang sama dengan anak-anaknya.
Jumat Berkah: Ayo bersedekah di hari Jumat. Mulia dan berpahala.
Sependek itu kalimat yang diunggah Soema di grup percakapan ibu-ibu. Rupanya, ajakan Soema memperoleh sambutan dari anggota grup. Dan terjadilah percakapan seperti ini:
“Wah, ide yang mulia ini.”
“Iya, tapi bagaimana caranya.”