Setelah keluar dari pesantren, menjadi alumni Pondok Pesantren Annuqayah, sekitar tahun 1995, saya diajak senior pesantren untuk mengabdi di pesantren yang ada di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Perjalanan jauh ini merupakan perjalananku yang pertama. Sebelumnya, saya tidak pernah melakukan perjalanan hingga menyeberangi laut lepas. Tetapi, karena targetnya adalah mengabdi di sebuah pesantren, akhirnya saya setuju dan mau bepergian sejauh itu.
Tentu saja, pertama kali yang saya minta persetujuan dan restu adalah ibuku. Saya memberitahukan masalah ini ketika ibu sedang sibuk di dapaur. Biasanya pada saat demikian saya dan ibu ngobrol sambil aku membantu seadanya.
“Bu, saya mau ke Kalimantan,” saya memulai percakapan saat itu.
“Kalimantan mana?”
“Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Lumayan jauh dari Madura.”
“Untuk apa pergi sejauh itu?” Ibu bertanya acuh.
“Mengabdi, Bu. Di sana ada pesantren baru yang memerlukan ustadz,” saya jawab dengan jujur.
Ibu sesaat diam. Entah apa yang ada dalam pikiran ibu. Saya juga diam. Tentu menunggu persetujuan ibu. Tetapi kemudian ibu mengatakan bahwa kalau dalam rangka pengabdian tidak apa-apa. Silakan saja. Hanya, pesan ibu, harus hati-hati dan jangan sampai melenceng dari tujuan semula: pengabdian itu.
“Tidak apa-apa Kau pergi jauh. Asalkan jangan sampai membelot dari tujuan utama, mengabdi demi rida Allah swt.” Demikian ibu akhirnya memberikan restu.
Meski demikian, saya melihat ada rasa gundah di wajah ibu. Entah apa yang dirasakan ibu sebenarnya. Bagi saya, restu ibu adalah segalanya. Jika ibu tidak berkenan, tentu saya tidak akan melangkahi titah ibu.
Keberangkatan pun sudah tiba. Sebenarnya ada beberapa dari teman sealmamater yang turut serta dalam missi “jihad” ini. Mereka semua teman seangkatan saya. Jadi, saya punya teman ngobrol dan berdiskusi sepanjang perjalanan. Bahkan hingga sampai di tempat pengabdian nanti.
“Ibu, yang berangkat bukan hanya saya saja. Ada beberapa teman yang juga ikut pergi menyeberangi lautan luas itu.” Sebelum berangkat saya bilang ke ibu, agar ibu tidak kepikiran.
The illustration’s amazing, I do like it,,,