Kawin Kontrak, Siapa Menghalalkannya

88 views

Selain dikenal sebagai daerah wisata terfavorit, kawasan Puncak di Cisarua, Bogor, Jawa Barat juga diduga sebagai tempat sering dilakukannya praktik kawin kontrak atau nikah kontrak. Bahkan, pernah didapati, di kawasan ini ada seorang wanita yang telah melakukan nikah nikah kontrak sebanyak 11 kali dengan lelaki berbeda dalam jangka waktu sangat singkat, yaitu hanya 8 bulan.

Karena itu, isu-isu seputar kawin kontrak ini selalu membayang-bayangi riuhnya kawasan wisata Puncak. Selalu menjadi kontroversi, karena hukum kawin kontrak ini selalu menjadi perdebatan soal boleh-tidaknya atau halal-haramnya. Dalam literature Islam, nikah kontrak atau kawin kontrak ini dikenal dengan istilah nikat mut’ah.

Advertisements

Dalam Islam, pernikahan merupakan salah satu hal yang dapat menyempurnakan separo agama seseorang. Menurut keterangan Muhammad Bagir dalam buku Panduan Lengkap Fiqih Muamalah menurut al-Quran dan Sunnah, istilah pernikahan berasal dari bahasa Arab nikah, yang berarti pengumpulan atau berjalinnya sesuatu dengan sesuatu yang lain.

Dalam istilah hukum syariat, nikah adalah akad yang menghalalkan pergaulan sebagai suami istri antara seorang laki-laki dan seorang perempuan bukan mahram yang memenuhi berbagai persyaratan tertentu dan menetapkan hak dan kewajiban masing-masing demi membangun keluarga yang sehat secara lahir dan batin.

Sementara itu, nikah mut’ah atau disebut juga “nikah sementara waktu” atau “nikah terputus”. Dinamakannya nikah seperti itu, mut’ah (sesuatu yang dinikmati atau dimanfaatkan), karena yang melakukannya memperoleh kemanfaatan dengannya serta menikmatinya sampai batas waktu yang ditentukan.

Di dalam Islam, hukum nikah mut’ah atau kawanin kontrak selalu menjadi perdebatan. Jumhur ulama menghukuminya haram, dan ada juga yang membolehkannya. Yang sangat tegas menghukumi bahwa nikah mut’ah adalah halal kelompok Syiah. Kelompok Syiah mendasarkannya dalam al-Quran surat An Nisa ayat 24:

وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

Artinya: “Dan (diharamkan juga kalian mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kalian miliki. (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kalian. Dan dihalalkan bagi kalian selain yang demikian itu, (yaitu) mencari istri-istri dengan harta kalian untuk dikawini, bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang telah kalian nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kalian terhadap sesuatu yang kalian telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana”.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan