NENEK DAN TUNGKU
nenek dari neneknya di masa lalu
meyakini hati matahari terperam dalam tungku

nyala tungku bukti nyala hidup
melepas jirat helai hitam yang redup
api adalah matang lain
yang diberikan hutan lewat patahan kayu
telah runut pada asap yang bubung
segala biak ragu dada yang bersiung
antara jari dan jelaga ada jarak jaga
barang sejengkal di atas abu yang dangkal
wangi masakan yang mengepung hidung tetangga
pasti ditebus dengan sedekah
begitulah dari dulu nenek bersahabat tungku
sambil meyakini hidup yang membatu.
Rumah FilzaIbel, 2021
AYAH DAN SABIT
sabit rupa jisim lengkung bagai huruf ra’
kilau di genggaman menakar angan
ujung meruncing membandingkan ingin
dengan rasa panas dan dingin
di batu asahan merah
ayah melintaskan beragam mimpinya
dengan olesan air tempayan, sabit digosok maju-mundur
seolah menajamkan semangat biar tak kendur
sebelum ke sawah, ada basmalah sebelum langkah
biar jalan kering atau basah, hidup mesti berkah
seraya berkiblat ketajaman sabit itu
rumput diarit dan dikumpulkan ke palung dadanya yang piatu
:beternak untuk masa depan
adalah menggosok mata sabit ke batu asahan
Gapura, 2021
KI SARUDIN DAN PISAU JAGAL
pisau bergagang kayu yang tergenggam tangan tua itu
jadi tapal batas hidup dan mati
puluhan binatang yang takluk pada janjinya sendiri
telah mengurat dalam kilaunya
sisa darah dari leher sapi, kambing, dan ayam
saksi napas terakhir yang terlepas ke garis batas
mata tua itu menyaksikan sendiri
regang binatang di detik kematian
ketika tak ada kata-kata bisa mewakili sebuah teriakan
tangan tua itu gemetar menaruh pisau di laci
roh puluhan binatang itu seperti pulang dan bermukim di batangnya
menagih tubuhnya kembali sebelum karam matahari.
Bungduwak, 2021
LAMPU DAN KOTA
lampu dan kota terus bersitatap di balik keramaian
keduanya membagi cahaya pada tembok tua penuh grafiti
grafiti dengan gambar absurd berupa tikai kuas membentuk separuh bunga
warnanya menyatu dengan kulit pengemis yang menemani bulan di trotoar
ada laron bermunculan dari mata sayu bocah-bocah pengamen
yang menabuh tubuhnya sendiri untuk musik hidup yang parau
tampak gerak halus daun bonsai yang tak pernah berterima kasih kepada angin
mungkin jenuh oleh jerit kendaraan yang tak selesai berbicara hidup
lampu dan kota bercakap singkat sebelum subuh tiba mengantar fajar ke jendela
dirangkumnya percakapan itu pada bentang sayap kelelawar yang lupa hutan
keduanya juga membuat kesepakatan untuk saling setia merampungkan waktu
sebelum waktu itu tak dikenal arloji dan jam pada suatu hari yang tak bermatahari.
Gapura, 2021