Kisah Mazhab Empat Pilar

51 views

Sebagai kitab yang selalu selaras dengan zaman, Al-Quran tidak cukup dengan 30 juz. Namun, karena setiap katanya mempunyai banyak makna, menjadikan Al-Quran sebagai kitab yang fleksibel. Hadirnya hadis juga memberi arahan dalam Al-Quran. Oleh karenanya, hadis hadir sebagai penjelas dari setiap tujuan dan maksud dalam Al-Quran.

Al-Quran dan hadis tidaklah cukup untuk menjawab berbagai persoalan. Oleh karenanya, ada empat mazhab yang memberi jalan bagi pemeluk agama Islam. Memudahkan, memberi cara, arahan, dan menjawab segala permasalahan yang dibutuhkan setiap masyarakat.

Advertisements

Kita tahu bahwa mazab fikih umat muslim ada empat. Buku ini tidak mengupas masalah fikih yang seringkali menjadi perbedaan di masyarakat. Namun, buku ini hadir untuk mengupas biografi dari keempatnya. Membahas latar belakang, rekam jejak pendidikan, dan pola pikir yang dibangun.

Pertama Imam Hanafi. Beliau bernama Abu Hanifah an-Nu’man, lahir di Kufah pada tahun 80 H. Beliau keturunan orang kaya. Ayahnya pedagang sutera. Beliau ikut ke mana ayahnya berdagang. Namun, beliau mempunyai kebiasaan berdiskusi dengan orang-orang. Hinga sampai suatu hari beliau berdiskusi dengan seorang ulama dan memberi saran agar Abu Hanifah belajar ilmu agama karena kecerdasan yang dimilikinya.

Beliau hidup di zaman perpindahan kekuasaan dari dinasti Bani Umayyah ke Bani Abbasyiyah. Mulanya, beliau mendukung pemerintah, namun belakangan beliau dimintai fatwa yang bertentangan dengan pemahamannya demi ambisi pemerintah. Ditambah lagi kehidupan ulama yang lebih memilih sebagai penjilat penguasa. Acap kali putusan alhi fikih keliru demi memuaskan ambisi para penguasa. Meski demikian, Abu Hanifah tetap berpegang teguh pada kebenaran agamanya. Tak ayal, pendapat beliau sering bertentangan dengan fatwa yang dikeluarkan pemerintah.

Abu Hanifah tidak henti-hentinya menjelaskan pada khalayak umum tentang ajaran agama Islam. Beliau tetap berpegang teguh atas pendirian dan ilmu pengetahuannya. Meski berkali-kali diberi upeti dari pemerintah demi memuluskan hasratnya, sebanyak itu pulalah Abu Hanifah menolak.

Singkatnya, beliau berfatwa demi menegakkan agama Islam. Tak jarang, banyak ahli fikih di masanya mengahasut dan meminta pemerintah untuk menghukum Abu Hanifah. Puncaknya, beliau dipenjara. Bliau disiksa setiap kali menolak jabatan yang ditawarkan oleh pemerintah. Puncaknya, ketika kesehatannya semakin melemah, beliau karena diracun khawatir perlakuan pemerintah bocor ke khalayak umum (hal 45).

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan