“Cinta adalah api, dan aku adalah kayu bakarnya”
Kisah Laila dan Majnun bukan lagi hal yang asing didengar untuk para remaja. Kisah mereka abadi sepanjang masa dan diceritakan dari generasi ke generasi. Ini bukan kisah cinta biasa, melainkan kisah cinta seorang Qays kepada Laila yang menderita karena perpisahan.
Dalam buku dengan judul Laila & Majnun karya Nizami Ganjavi, kisah cinta mistis ini diceritakan dengan sangat apik dan menyentuh. Karya ini diterjemahkan ke dari bahasa Persia kedalam bahasa Inggris dari judul aslinya The Story of Layla and Majnun dan mendapatkan sambutan yang luar biasa meskipun bahasa yang digunakan adalah bahasa syair yang tidak semua orang paham jika membaca buku ini.
Kisah cinta Laila & Majnun ini berasal dari Timur Tengah dan ditulis pada akhir abad ke-12. Kisah ini sudah dianggap sebagai kisah cinta mistis antara kaum sufi dengan Tuhan. Perjalanan mengejar cinta Tuhan merupakan hal yang membuat orang sufi menjadikan kisah ini sebagai pandangan. Orang-orang sufi adalah pengelana dunia yang melakukan perjalanan panjang menuju persatuan dengan Tuhan.
Menurut saya, kisah cinta ini merupakan kisah yang klasik namun tetap eksis di kalangan masyarakat modern yang bahkan banyak sekali di zaman sekarang novel-novel tentang kisah cinta remaja. Setelah saya membaca kisah ini hingga akhir, saya mengerti bahwa Qays (Majnun) bukanlah seorang yang gila. Qays dan Laila saling mencintai, namun karena berpisah, Qays yang sudah dimabuk cinta kepada Laila tidak bisa mengendalikan dirinya dan pikirannya. Dia lari dan mengembara ke gurun serta menjauhi kehidupan mewah yang diberikan oleh ayahnya. Dia berteman dengan binatang dan melantunkan syair kerinduan kepada Laila yang akhirnya banyak termasyhur dan dikutip oleh banyak orang untuk pernyataan cinta kepada seorang kekasih.