Rabu, 2 Juni 2021, kami para purnasantri berkunjung ke kediaman Kiai M Faizi di Pondok Pesantren Annuqayah, Sumenep, Madura. Istilah purnasantri masih terkait dengan santri dan mahasantri. Untuk yang terakhir ini sudah pernah dibahas oleh Mukhlisin, dalam sebuah artikel yang entah (seingat saya ditulis dalam sebuah aplikasi word dan dishare di grup WA). Purnasantri merujuk kepada alumni santri yang masih punya semangat (ghirah) untuk menimba ilmu, utamanya ilmu agama (Islam).
Sejatinya, kami (purnasantri) mempunyai agenda (jadwal) mengaji dan mengkaji kitab Mandhumatun al-Nuqayah. Sebuah kitab yang ditulis oleh KH Mahfudz Husaini, dalam bentuk nadhaman, berdasarkan kitab Annuqayah. Namun kali ini, kunjungan kami ke kediaman Kiai M Faizi dalam rangka silaturrahmi (Hari Raya Idul Fitri?) sekaligus menengok (nyapot) istri Beliau yang sedang sakit. Memasuki bulan Ramadan, kegiatan ngaji kitab Mandhumatun al-Nuqayah untuk sementara ditiadakan hingga waktu yang akan ditentukan kemudian.
Penyair yang Produktif
Kiai M Faizi dilahirkan pada tanggal 27 Juli 1975, di Desa Guluk-Guluk, Sumenep (Madura). Karya tulisnya, terutama bergenre puisi, dimuat di koran dan majalah, seperti Republika, Aula, Pikiran Rakyat, Ulumul Qur’an, Basis, Surabaya Post, Serambi Indonesia, Suara Muhammadiyah, MPA, Kedaulatan Rakyat, Koran Merapi, Memorandum, Jawa Pos, Romansa, Riau Pos, Lampung Post, Banjarmasin Pos, Fajar, Horison, Tashwirul Afkar, Pedoman Rakyat, Bahana (Brunei Darussalam), Orientierungen (Jerman), dll. Puisi-puisinya juga terkumpul dalam kira-kira 12 buku antologi puisi bersama.
Adapun, karya puisi tunggalnya adalah; 18+ (Diva Press, Jogjakarta, 2003), Sareyang (Pustaka Jaya, Jakarta, 2005), Rumah Bersama (Diva Press, 2007), dan Permaisuri Malamku (Diva Press, 2011).
M Faizi juga menghadiri beberapa kegiatan nasional dan internasional, seperti Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2008 di Ubud, Bali; Jakarta Berlin Arts Festival, di Berlin, 24 Juni–3 Juli 2011; Temu Sastrawan Indonesia ke-IV, Ternate, Oktober, 2011; juga (akan hadir di) Pertemuan Penyair Nusantara ke-6 di Jambi, 28-31 Desember 2012.
Dan masih banyak lagi karya-karya Kiai M Faizi yang menunjukkan Beliau sangat kreatif dan produktif dalam kepenyairannya. Menjadi pembicara dalam beberapa kegiatan literasi pun sering Beliau lakukan. Hal itu semakin memperjelas, bahwa keberadaan Kiai M Faizi dalam kancah penyair adalah sebuah kenyataan dan kebenaran.
Musisi yang Mumpuni
Dalam hal musik, penulis seringkali melihat langsung bagaimana Kiai M Faizi memetik dawai gitar dan mandolin (gitar gambus). Memang, dalam hal musik ini Beliau jarang menunjukkan kepada khalayak. Dalam keadaan tertentu Kiai yang nyentrik (selalu memakai sarung dalam berbagai kegiatan, baik formal maupun nonformal) ini menunjukkan skill bermain musik.
Dalam sebuah kesempatan, acara bedah buku di Kafe Kanca Kona Kopi, kota Sumenep, Kiai yang bersahaja ini perform dalam orekstra musik gambus. Tidak hanya dalam skill bermain musik, Beliau juga mumpuni dalam membawakan lagu-lagu islami. Beliau juga paham dengan istilah-istilah musik semisal intro, interlude, fermata, clef, tacep, flem, repeat, hingga voicing, string, akord, dan lain sebagainya. Karya Kiai Faizi dapat dinikmati melalui link, https://youtu.be/5KEF_WgleUk dan https://youtu.be/29kG4vax3Q4.
Suatu saat, Kiai yang suka bepergian menggunakan bus ini ditanya, mengapa bisa pandai bermain musik. “Itu tergantung kepada hobi. Jika sudah menjadi kesenangan, maka akan menjadi kebiasaan. Dari kebiasaan itulah kemudian nyaman dan menikmati musik itu sendiri.”
Meskipun Kiai Faizi begitu mumpuni dalam musik, tetapi Beliau tidak pernah (serius) mengajarkan instrumen ini kepada orang lain. Apalagi kepada santri-santrinya, Kiai Faizi tidak pernah mengajarkan seni musik. Tidak saja karena alat ini menjadi perdebatan di kalangan ulama, tetapi lebih kepada bahwa musik merupakan “sampingan” dalam menjalani hidup dan kehidupan. Terpenting dalam hidup adalah bagaimana seseorang mampu membawa diri sekaligus memberikan manfaat kepada manusia lainnya.
Pengasuh Pesantren
Kiai M Faizi adalah seorang pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah daerah Al-Furqan. Sebuah lokasi pondok yang berada di bagian timur lokasi Pesantren Annuqayah. Daerah ini juga dikenal dengan nama Sabajarin. Dalam kesehariannya, Kiai Faizi membimbing para santri seperti mengimami salat dan mengaji kitab (sorogan).
Menjadi pengasuh sebuah pondok bukan perkara mudah. Bukan saja terkait dengan keilmuan yang harus dipunyai, lebih dari itu karakter, attetude, serta kesempatan untuk berinteraksi dengan santri adalah hal yang harus dipenuhi. Harus ada komitmen yang tinggi agar keberadaan lembaga pesantren mampu mewarnai eksistensi Islam. Dan demikianlah yang harus dilakukan oleh seorang pengasuh pondok, sehingga nilai-nilai syariat menjadi marwah kehidupan.
Demikian pula apa yang saya lihat terkait dengan mobilitas kegiatan Kiai Faizi. Beliau sangat sibuk. Dengan berbagai kegiatan, baik yang di luar pondok maupun di dalamnya. Sehingga seringkali saya memperhatikan bagaimana raut wajah Beliau yang letih. Akan tetapi, Beliau selalu tersenyum, bahagia menghadapi berbagai kesibukan. Kami yang seringkali beraudiensi dengan Beliau saat ngaji kitab, selalu dalam suasana yang bahagia. Tertawa lepas dengan ujaran-ujaran Kiai Faizi yang biasa mencairkan suasana. Dalam keadaan apapun, Beliau selalu bersemangat dalam menghadapi kesibukan. Wallahu A’lam!
Inspiratif.