Mabuk Agama dan Pasar Spiritual

Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda, “Agama itu nasihat.” Namun hari ini, nasihat sering berubah menjadi doktrin. Banyak orang beragama bukan lagi untuk menyadari diri, tetapi untuk meneguhkan superioritas. Fenomena ini menghadirkan wajah baru keberagamaan yang menakutkan. Agama kehilangan kesadarannya, dan manusia kehilangan akalnya.

Beberapa waktu lalu, beredar kalimat di media sosial yang berbunyi, “Jika alkohol diharamkan karena memabukkan, maka agama pun seharusnya diharamkan karena membuat orang kehilangan akal.” Kalimat ini memang provokatif, tetapi juga menggoda untuk direnungkan. Ia mengajak kita berpikir, bagaimana mungkin sesuatu yang mestinya menyadarkan justru membuat manusia mabuk keyakinan.

https://www.instagram.com/jejaringduniasantri/

Mabuk Agama

Agama semestinya menjadi jalan menuju kesadaran. Namun pada kenyataannya, banyak yang menjadikannya alat untuk melarikan diri dari kenyataan. Di media sosial, keimanan dikemas seperti tontonan. Doa dijadikan konten. Air tangan seorang tokoh spiritual dijual sebagai jimat keselamatan. Agama berubah menjadi pasar spiritual tempat orang menukar logika dengan harapan gaib.

Karl Marx pernah menyebut agama sebagai opium of the people atau candu rakyat. Bukan karena ia menolak Tuhan, tetapi karena melihat bagaimana agama sering digunakan untuk meninabobokan kesadaran sosial. Fenomena yang sama bisa kita lihat hari ini, ketika agama bukan lagi sumber keberanian berpikir, tetapi alat untuk melanggengkan kekuasaan dan popularitas.

Mereka yang mabuk agama tidak lagi mencari kebenaran, tetapi pembenaran. Beragama bukan untuk mendekat kepada Tuhan, tetapi untuk meneguhkan identitas. Dalam istilah psikologi agama, ini disebut religious narcissism, yakni ketika agama dijadikan cermin untuk memuja diri sendiri.

Pesantren dan Bahaya Kultus Kesucian

Pesantren dalam sejarahnya merupakan tempat menyatu antara iman, ilmu, dan kebudayaan lokal. Para kiai mengajarkan kitab kuning, menanamkan adab, dan merawat tradisi.

Dalam pandangan Clifford Geertz, pesantren adalah “penjaga ortodoksi” yang berperan menjaga kesalehan masyarakat. Namun di tengah perubahan zaman, tantangan muncul ketika penghormatan kepada guru bergeser menjadi kultus personal.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan