Mataku Mata Ibu

237 kali dibaca

Seorang anak menggandeng seorang nenek (mungkin ibunya) menyeberangi jalan raya yang padat lalu lintas. Aku teringat pada sosok ibu. Kamu mestinya tahu bagaimana rasanya ditinggal ibu dalam waktu yang lama. Tidak, tidak dengan wujudnya, tapi cintanya. Cinta seorang ibu. Itu adalah cinta pertama yang dimiliki oleh setiap manusia, meski sebagian mereka tak dapat merasakan cinta ibu. Tetapi, bukankah kelahiran setiap manusia adalah buah dari ketabahan mengandung kurang lebih sembilan bulan? Dan, akan kuceritakan bagian kecil dari kisahku. Dengarkanlah…

***

Advertisements

Aku dibesarkan oleh seorang ibu yang periang. Ibu mengajariku cara berbahasa dan berbicara. Ibu mengajariku agar tidak mudah marah ketika aku dihina dan diejek oleh teman-teman di kelas.

Tapi selama sekolah, dari TK hingga SD, Ibu tak pernah mengantarkanku ke sekolah. Aku sering merengek pada Ibu, memintanya agar berkenan mengantarkanku ke sekolah. Tapi Ibu selalu bilang, “Ibu sedang sibuk, Cah Ganteng.” Ayah mengelus-ngelus kepalaku dan bilang, “Ayo, ayah yang antar.”

Dengan berat hati, aku menyalami Ibu. Kucium tangannya yang kasar dan hitam. Ketika wajahku menempel di punggung tangannya, baru sekarang kusadari, betapa keriput tangan Ibu, seakan meraung membisikkan nasihat yang ikhlas; seakan bilang, bahwa Ibu tidak menuntutmu apa-apa kecuali doa setelah kematian Ibu dan Ayahmu.

Sebelum berangkat, Ibu selalu bilang: “Yang pintar, Cah Ganteng. Jangan jadi manusia seperti Ibumu, yang kehilangan fitrah dan martabatnya.”

Aku tidak tahu, apa yang dimaksud oleh Ibu mengucapkan kalimat itu. Tapi yang jelas, karena sudah beratus-ratus kali mengatakannya, aku ingat betul sampai melekat di kepala.

Di sekolah, teman-temanku selalu bilang bahwa Ibu adalah orang buta. “Ibumu dulu pelacur, Mad,” ejek Ridho, teman sekelasku. “Iya, kata Ibuku juga begitu,” timpal lainnya.

Aku tidak terima dengan ucapan mereka itu. Aku ingin memukul mereka satu per satu dengan penggaris kayu, tapi ucapan ibu “Jangan mudah marah, Cah Ganteng” menahanku untuk tidak melakukannya.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan