Mbah Uhith, Ahli Fikih dari Bantul

149 views

Bagi masyarakat Bantul, khususnya daerah Wonokromo dan sekitarnya, tentu sudah akrab dengan KH Muhammad Abdul Muhith, atau lebih dikenal dengan sapaan Mbah Uhith.

Mbah Uhith Ya adalah ulama ahli fikih sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Al-Fitroh, Jejeran, Pleret, Bantul, Yogyakarta.

Advertisements

Mbah Uhith lahir di Dusun Jejeran pada tahun 1936. Ayahnya bernama KH Nawawi, yang merupakan seorang ulama berpangaruh di wilayah Yogyakarta. Ayah Mbah Uhith ini juga pernah menjadi sekertaris pribadi Syekh Ihsan Jampes (Pengarang Kitab Sirajut Thalibin).

Semasa kecil, Mbah Uhith banyak belajar ilmu agama dengan ayahnya dan beberapa ulama di sekitar Wonokromo. Mbah Uhith juga pernah nyantri di pesantren Watucongol Magelang yang diasuh Mbah Kiai Dalhar Watucongol (seorang waliyullah).

Selain belajar dengan ulama terkemuka, ternyata Mbah Uhith punya kebiasaan otodidak, lebih suka belajar sendiri. Hampir semua kitab yang ada di perpustakaan pribadi telah dibacanya.

Mbah Uhith biasa melakukan muthola’ah (membaca kitab sendiri) dengan begitu tekun, dan ini merupakan keunggulan pribadinya. Bahkan, kebiasaan muthola’ah ini sulit ditandingi oleh orang lain sekalipun oleh putra-putrinha.

Hasil bacaan Mbah Uhith itu biasanya disampaikan pada saat kajian kitab kuning, baik di dalam pesantren maupun di luar pesantren. Dapat dikatakan bahwa Mbah Uhith ini seorang pembaca kitab kuning sepanjang hayat.

Selain rajin membaca kitab, Mbah Uhith juha produktif menulis kitab. Salah satu dari karya tulisnya yang berkenal berjudul Hiyadl ar-Rabihin fi Ma’rifati Ma’aniy Riyadl ash-Shalihin ( Hisapan menguntungkan dalam mengetahui aneka makna dalam kitab Riyad Ash-Shalihin).

Kitab ini merupakan terjemahan deskriptif dari kitab Riyadl ash-Shalihin karya al-Imam Abi Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi (631-676 H). Adapun, jenis penulisan kitab ini menggunakan aksara Arab pegon berbahasa Jawa.

Alasanya, Mbah Uhith merasa jika selama ini kitab-kitab kuning hanya mampu dipahami oleh kalangan santri, sementara orang awam yang ikut ngaji dengannya tidak paham. Maka Mbah Uhith berinisiatif untuk menulis kitab dalam aksara Arab pegon ( berbahasa Jawa) agar mudah dipahami oleh semua kalangan.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan