Memahami Pertanyaan Luka dalam Puisi-puisi M Aan Mansyur

524 views

Buku puisi M Aan Mansyur yang bertajuk Mengapa Luka Tidak Memaafkan Pisau merupakan karyanya yang cukup fenomenal. Terlebih, saya merasa sangat terinspirasi atas kedatangan buku yang apik ini. Saya pikir bukan hanya saya, buku yang diterbitkan Gramedia ini tentu sangat menginspirasi bagi penyair-penyair yang lain.

Penyair M Aan Mansyur selalu piawai dalam merangkai kata-kata dalam buku ini. Saya pikir setelah kepergian mendiang Sapardi Djoko Damono (SDD), hanya M Aan Mansyur yang begitu kentara meneruskan perjuangan dari (SDD) melalui kaidah perpuisian dan kesusastraan Indonesia saat ini.

Advertisements

Di halaman 22, pembaca akan diajak untuk berimajinasi sejauh mungkin. Pada puisi yang berjudul “(Pertanyaan-pertanyaan)” tepat di bait ketiga, Aan Mansyur menulis puisi begini: mengapa darah lebih api daripada api? mengapa luka tidak memaafkan pisau—dan mata pisau bisa membayangkan dirinya sebagai cermin?

Aan Mansyur tidak hanya berpuisi tentang pertanyaan-pertanyaan luka yang tidak memaafkan pisau. Dirinya juga menulis puisi tentang kehidupan ibunya, puisi manis kepada istrinya, juga kepada anaknya, dan bahkan puisi pendewasaan ditujukan kepada dirinya sendiri ketika dirinya sadar menjadi ayah. Saya berpikir, sekomplit itulah Aan Mansyur menerjemahkan semuanya dalam puisi.

Sebelum saya meresensi buku ini, baru kali ini saya membaca buku puisi (sekali duduk khatam) dalam waktu kurang lebih tiga jam. Bahwa, memang dalam buku setebal 98 halaman ini mempunyai romansa dan karakteristik tersendiri dari setiap bait ke bait lainnya, dan dari diksi-diksinya yang begitu kental. Sehingga saya begitu betah untuk membacanya.

Ilustrasi karya Lala Bohang begitu estetik dan memesona dalam buku ini. Sehingga tampilan dari buku yang berwarna dongker begitu merona dan luar biasa dan berani tampil beda dari buku-buku puisi yang lain. Ada sebanyak 41 puisi yang terbagi dalam 5 bab, bisa kita nikmati keindahan-keindahan panorama alam Makassar pada setiap larik sajaknya yang begitu puitis.

Saya merasakan sendiri setelah khatam membaca buku puisi ini dalam waktu sekali duduk itu, seolah-olah saya terkesima dalam satu karyanya yang berjudul “Jatuh Cinta”, salah satu puisi yang menurut saya sangat elegan. M Aan Mansyur dengan penuh percaya diri menuliskan puisinya begini: aku selembar kertas yang terbakar, tapi aku gegabah menganggap diriku api (hal. 34).

Halaman: 1 2 Show All

One Reply to “Memahami Pertanyaan Luka dalam Puisi-puisi M Aan Mansyur”

Tinggalkan Balasan