Setiap manusia harus memahami bahwa perjalanan hidup tidak akan pernah bergerak mundur atau berhenti. Karena itu, setiap kita harus dapat menyesuaikan terhadap obahing jaman atau perubahan zaman. Dan, memang untuk masalah ini manusia adalah makhluk terbaik yang memiliki kemampuan adaptasi cepat dengan kondisi apa pun.
Lantas berhubungan dengan beradaptasi terhadap perubahan zaman, tentu saja manusia juga harus memahami intuisinya sebagai seorang manusia yang lengkap, sehingga perubahan zaman tak bisa memaksanya untuk berbuat yang menyimpang entah itu dalam hal agama, moral, dan peraturan negara.
Nenek moyang kita sebenarnya sudah mempunyai filosofi yang visioner dan bisa digunakan di zaman apa pun. Nilai-nilai luhur ini sebenarnya merupakan kewajiban manusia modern dan manusia post-modern , dan untuk itu leluhur kita meninggalkan tiga perkara, yaitu tugas kemanusiaan (ngamanungsakake rasa kamanungsane), tugas duniawi (hamemayu hayuning bawana), dan tugas ketuhanan (nyebarake agama suci).
Tiga perkara warisan luhur oleh para leluhur itulah yang menjadi tameng bagi manusia saat ini agar bisa mengerem saat ingin bertindak menyimpang. Karena, dengan perkara itu manusia yang sejati tidak akan merusak alam, melainkan menjaganya. Dan, tiga perkara itu sebenarnya dapat dirangkum dengan satu filosofi yang membumi di Nusantara, Memayu Hayuning Bawana.
Dalam buku Strategi Kebudayaan yang ditulis oleh Nasruddin Anshoriy, dijelaskan bahwa Memayu Hayuning Bawana mengandung tiga unsur dasar yang dibebankan kepada umat manusia, biasanya disebut Tri Satya Brata.
Pertama, rahayuning bawana kapurba waskitaning manungsa (kesejahteraan dunia tergantung manusia yang memiliki ketajaman rasa. Hal ini adalah kewajiban bagi umat mansia untuk menjaga tempat yang saat ini kita pijak berdasarkan dengan intuisi rasa yang sudah diberikan Tuhan dalam setiap diri manusia.
Tentu saja sebuah rasa hadir dalam diri manusia yang sudah sering mengolahnya, sehingga rasa tidak tegaan dan rasa belas kasih sering muncul saat melihat fenomena-fenomena yang tidak seharusnya. Oleh sebab itulah manusia yang mempunyai kepekaan rasa tak akan pernah menebang pohon secara liar hanya demi keuntungan uang dan urusan perut. Tidak hanya itu, orang yang terlatih mengolah rasa pasti sudah mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, lebih lagi mana yang pantas dan mana yang tidak pantas.