Islam datang ke Nusantara masih menyisakan banyak ruang perdebatan, khususnya bagi mereka yang tidak sepakat dengan konsep Wali Songo. Eksistensi Wali Songo sebagai penyebar Islam di Nusantara cukup membuat sebagian orang menanyakan ulang terkait proses Islamisasi yang terjadi di Nusantara. Islamisasi Nusantara menjadi trandsetter dalam melihat bagaimana kondisi sosial-masyarakat, variasi keyakinan masyarakat Jawa sehingga mampu ikut dalam menyebarkan Islam sebagai agama secara massif hingga saat ini.
Buku karya Ahmad Baso ini, Islamisasi Nusantara, mencoba mengurai bagaimana proses Islamisasi di Nusantara dengan menyajikan berbagai data yang diramu dengan apik. Baso dalam pengantarnya menyoroti bagaimana dinamika konsep Islamisasi Nusantara yang dipaparkan banyak tokoh dengan dalil ilmiah, islamis, dan katanya paling otoritatif berbicara tentang proses masuknya Islam di Nusantara.
Kendati demikian, proses tersebut juga sarat dengan nuansa konstruksi ideologi yang dibawa mulai dengan nuansa kolonialisme, penjajahan, superioritas, dan sikap merendahkan kaum pribumi yang terdiri dari ulama dan waliyullah di Nusantara.
Usaha lain dilakukan oknum a historis adalah meninjau kembali konsep Islam yang dipupuk auliya di Tanah Jawa. Islam sebagai pemersatu keberagaman suku, motivasi utama dan cita-cita luhur kemanusiaan, dianggap hal tidak penting untuk dipelajari generasi muslim. Mereka ini seperti Snouck Hurgronje dengan karya Verspreide Geschriften, R.A Kern dengan karya De Verbreiding van den islam, J.P Moquette dengan karya De Oudste Moehammedaansche Het Eerste Congress Voor De Taal-Land En Volkenkunde Van Java, dan orientalis Inggris, R.O Winstedt tak ketinggalan sumbangsihnya.
Mereka mencoba menyebarkan perangkap bahwa ulama Nusantara tidak layak dan tidak memenuhi kualifikasi untuk menyebarkan, mengembangkan, dan mewujudkan Islam sebagai agama rahmah lil alamin. Mereka menanyakan ulang peran Syaikh Nawawi al Bantani al Jawi, Syaikh Abdus Shomad al Falimbangiy, Syaikh Muhammad Irsyad al Banjari, Syaikh Khatib Sambas al Minangkabawi, Syaikh Mahfud al Tarmusi, Syaikh Kholil bin Abdul Latif al Bangkalniy, dan ulama lainnya.