Menanamkan Jiwa Mendidik

52 views

Dulu, saat saya masuk ke pesantren menjadi santri baru, kiai selaku khadimul ma’had mencatat nama semua santri pada buku besar yang tergeletak di atas meja tamu. Saya baru tahu beberapa tahun kemudian kala beliau bertausiah di depan para santri senior sebagai pembekalan sebelum mereka berangkat mengabdi di tengah masyarakat. Bahwa, maksud beliau menulis nama-nama santri dengan tujuan untuk menyebut nama-nama mereka di tengah rusuk malam usai tunaikan salat Tahajud.

Padahal, semua santri baru telah mengisi formulir di ruang pendaftaran, yang berarti telah mencantumkan segala identitas termasuk nama. Tetapi, beliau dengan pena basahnya masih mencatat nama santri beserta nama wali sambil menggerakkan kedua bibirnya dengan lafaz basmalah serta munajat doa berkah.

Advertisements

Sempat saya dengar pula nasihat beliau dalam acara pembekalan kepada para calon pengabdi tersebut bahwa guru atau ustaz merupakan panggilan jiwa. “Bangunkan jiwa peserta didik dengan niat tulus yang menyembul dari dalam jiwa kalian. Sebab, menjadi guru merupakan panggilan jiwa,” tutur beliau pada kesempatan itu.

Tidak lupa juga, termasuk nasihat beliau sebelum melepas mereka agar memiliki wudu sebelum mengajar. “Karena ilmu yang didapat oleh peserta didik akan berbeda antara dari guru yang mengajar dengan kondisi punya wudu dan yang tidak punya wudu,” imbuh beliau.

Hal ini berbanding lurus dengan pendapat Ahmad Faesol bahwa tidak semua yang berprofesi guru memiliki jiwa guru dan tidak semua yang berjiwa guru pekerjaannya adalah mengajar. Antara guru sebagai mata pencaharian dengan guru sebagai panggilan jiwa terbentang jarak teramat jauh.

Pekerjaan guru adalah “hardware“, sedangkan jiwa guru adalah “software“. Bekerja sebagai guru itu bungkus, sedangkan berjiwa guru itu isinya. Orang-orang yang berseragam dari pagi hingga siang di sekolah-sekolah, belum tentu jiwa yang bersemayam adalah jiwa seorang guru. Tidak menutup kemungkinan jiwanya adalah pedagang tapi pekerjaannya guru.

Begitu pun sebaliknya. Orang-orang yang pekerjaannya menjual bakso, tukang tambal ban atau kuli bangunan, ada kemungkinan jiwanya adalah jiwa seorang guru. Pekerjaannya saja yang bukan guru (Radar Madura Jawa Pos, 24 Desember 2017).

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan