Menangkis Narasi-Narasi Kaum eks-HTI

53 views

Semua sudah tahu, Hisbut Tahrir Indonesia (HTI) secara organisasi sudah resmi dibubarkan. Yakni sejak pemerintah mencabut status badan hukum organisasi kemasyarakatan tersebut pada tanggal 19 Juli 2017 lalu. Keputusan pemerintah ini diambil karena pergerakan mereka dinilai mengancam keutuhaan NKRI.

Namun, di bawah tanah, gerakan dan propaganda mereka masih sangat gencar. Lewat media online mereka terus bergerilya menyebarkan ide dan gagasan lengkap dengan ujaran kebencian dan fitnah kepada pihak-pihak yang berseberangan. Sepintas narasi-narasi yang mereka bangun dan bungkus dengan ayat-ayat suci dan hadis nabi begitu menawan sehingga orang awam terutama gen Y dan gen Z sangat rawan tertular.

Advertisements

Melihat fenomena tersebut, penulis buku ini, Gus Rofiq, sapaannya, tidak tinggal diam. Sebagai mantan aktivis Hisbut Tahrir Indonesia, Gus Rofiq terpanggil untuk melakukan bantahan atas narasi dan propraganda para anggota eks-HTI, baik melalui ceramah ilmiah di mimbar kampus maupun dengan menyebar artikel di media cetak maupun daring.

Buku ini merupakan kumpulan tulisan yang awalnya terbit di berbagai media. Ada 91 tulisan dalam buku ini yang menurut penulisnya sendiri, semuanya berkaitan dengan kajian radikalisme, negara Islam, dan khilafah, tentu dalam konteks NKRI, Pancasila, dan Islam yang rahmah dan ramah.

Sebagai artikel lepas, pembaca tidak harus membacanya secara urut dari awal hingga akhir. Pembaca bisa memilih tema yang diinginkan, kendati antara satu artikel dengan lainnya saling terpaut. Menariknya, kendati membahas hal penting, artikel-artikel tersebut merupakan artikel popular yang ditulis dengan ringkas, jelas, dan padat sehingga mudah dipahami oleh kaum milenial Gen Y dan Gen Z. Secara umum satu artikel tidak lebih dari satu lembar.

Gus Rofiq pernah menjadi aktivis HTI ketika masih tercatat sebagai mahasiswa di Universitas Airlangga Surabaya sekitar tahun 1993-an. Waktu itu Gus Rofiq sangat gencar menyebarkan ide-ide Hizbut Tahrir (HT) di internet kampus, salah satunya membuat buletin yang disebarkan dan menjadi salah satu program Senat Mahasiswa. Sebagai salah satu keluarga Pesantren Tambakberas, Jombang, Gus Rofiq bahkan sempat menerjemahkan kitab karya ulama HT. Dengan demikian, ia tahu betul luar-dalam HT, siapa mereka sebenarnya, dan apa yang sesungguhnya mereka rencanakan.

Nah, sekarang setelah “murtad” dari HTI, pengetahuan tersebut kemudian digunakan untuk menangkis dan mengkritisi gerakan kaum Hizbiyyin, sebutan untuk pengikut eks-HTI.

Sebenarnya, menurut Gus Rofiq dalam satu artikelnya, kaum Hizbiyyin atau dikenal juga dengan sebutan kaum Khilafers jumlahnya sedikit tetapi militan. Manakala pimpinan pusatnya memberi instrukusi, maka pengikutnya akan patuh, dan tidak ada yang membantah alias spontan mengikuti perintah dan arahan pimpinan. Ini yang membuat isu-isu atau propaganda yang mereka embuskan lewat media sosial cepat menjadi trending.

Misalnya, Gus Rofiq menyoroti tentang dua propraganda HTI selepas ormas itu dibubarkan yang kemudian menjadi trending di medsos, yakni tentang menegakkan khilafah dan promosi film Jejak Khilafah di Nusantara (hal.1-2).

Bagi mereka, tulis Gus Rofiq di artikel lain, judul film yang ada muatan kata “khilafah” dan mereka sendiri yang menggarapnya, bisa menjadikan bagian penting untuk menjerat kawula milenial (gen Y dan gen Z) yang masih awam agama. Dan untuk lebih menyakinkan, seluruh tokoh dan simpatisan mereka dari berbagai bidang keahilian dan pekerjaan (dengan dilabeli sebagai kiai, ajengan, profesor, pakar ini, ahli itu, dan lain-lain) dimunculkan dan dimintai komentarnya terkait film tersebut. Tentu dengan harapan dengan adanya komentar tersebut, gen Y dan gen Z akan terbuai, terlena dan terperangkap, lalu bisa diajak masuk dalam lingkran dan jaringan mereka (hal.6).

Propaganda lain yang diangkat dan dibongkar Gus Rofiq dalam artikelnya adalah kebiasaan tokoh-tokoh HTI berkunjung ke kiai NU. Mereka datang bukan ingin dekat dan meminta berkah dan doa, tetapi, sepengalaman penulis, mereka datang dengan harapan kalau mau para kiai berkenan masuk HI, atau kalau tidak mau masuk, para kiai bisa melindungi, minimal tidak menyerang gagasan HTI. Dan tujuan penting lainnya untuk mempromosikan ke khalayak ramai, terutama warga NU bahwa HTI dekat dengan para kiai. Propaganda seperti ini juga pernah dilakukan Gus Rofiq saat masih menjadi aktivis di HTI, misalnya berkunjung ke pengasuh pesantren Tebuireng dan Tambakberas (hal. 130-131).

Tentu masih banyak tema-tema lain yang diangkat penulis dalam buku ini, seperti gerakan radikalisme dan negara Islam.

Buku yang sarat pengalaman ini betul-betul bisa dijadikan pengingat bagi kita bersama, betapa secara idiologi HTI masih “hidup” dan masih gencar menebar ancaman bagi keutuhan NKRI dengan propaganda-propaganda mereka yang sepintas menawan tetapi sesunggunya mengandung tipu daya dan rekayasa. Maka, buku ini  sangat penting sekali untuk dibaca dan dikaji oleh warga Nahdiyyin, terutama oleh para generasi mudanya.

Data Buku

Judul                 : Kontranarasi Melawan Kaum Khilafers
Penulis              : Ainur Rofiq Al-Amin
Tebal                 : xii + 268 halaman
Ukuran             : 14,5 x 21 cm
Kertas Isi          : Bookpaper
Cover                : Soft, Doff, Embos
ISBN                 : 978-623-6658-16-1
Stok                   : 150 eksemplar
Cetakan I         : 2020
Penerbit           : Bildung

Multi-Page

Tinggalkan Balasan