Berbagai lapisan masyarakat, mulai dari Indonesia hingga manca negara, telah banyak mengenal bahkan mengakui sosok KH Maimoen Zubair sebagai kiai pesantren yang sangat alim dan berkharisma. Tidak hanya itu, kiai yang akrab disapa Mbah Moen itu juga produktif menulis. Di tengah kesibukannya mendidik santri, melayani umat, dan menjadi penasihat kenegaraan, beliau masih sempat menyisihkan waktu untuk menebar kemanfaatan dengan menulis karya kitab di berbagai bidang ilmu keislaman. Mulai dari fikih, tauhid, sejarah, hingga tasawuf.
Saya tercatat sebagai santrinya sejak tahun 2012 hingga 2019, menyaksikan betul bahwa Mbah Moen sangat berkompeten dalam berbagai macam ilmu. Salah satu ilmu yang dikuasainya adalah ilmu sejarah.
Di beberapa halakah pengajian beliau sangat lihai dalam menceritakan sejarah keislaman. Tak heran, predikat muarrikh (pakar sejarah) dilekatkan pada dirinya. Wawasan beliau tentang sejarah keislaman sangatlah luas, terutama terkait sejarah Islam di jazirah Jawa. Beliau juga menulis karya kitab di bidang sejarah yang berjudul Tarājim.
Kitab Tarājim dengan judul lengkap Tarājim: Masyāyikh al-Ma’āhid ad-Dīniyyah bi Sarang al-Qudamā` secara spesifik mengulas tentang biografi para kiai Pondok Pesantren Sarang tempo dulu. Di awal mukadimah, Mbah Moen membeberkan bahwa awal proses masuknya Islam di Indonesia melalui para pedagang dari kawasan Timur Tengah.
Pembahasan tersebut mengalir hingga ke ranah proses Islamisasi di Jawa yang dipelopori oleh para dai yang masyhur kita kenal dengan sebutan Wali Songo. Berkat strategi dakwah yang ramah, ajaran-ajaran Islam banyak diterima oleh masyarakat Jawa. Mereka berbondong-bondong masuk Islam tanpa adanya paksaan sedikit pun. Dari sinilah kemudian muncul istilah “pesantren” sebagai wahana pendidikan yang mengkaji ilmu-ilmu keislaman secara mendalam dan komprehensif.
Mbah Moen kemudian menambahkan informasi mengenai gambaran umum mulai dari perkembangan pondok pesantren di Jawa, kurikulum kitab-kitab yang dijadikan bahan ajar, hingga geliat para santri yang belajar di Mekkah dan kembali ke Indonesia dengan membawa pengaruh yang signifikan bagi pendidikan Islam di lembaga pesantren.
MasyaAllah Tabarakallah semoga ada KH. Maimun Zubair lagi di negeri ini
امين