Indonesia sedang gencar mengkampayekan penggunaan kurikulum baru yang digadang-gadang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim. Kurikulum yang mulai diterapkan ke sekolah-sekolah formal tersebut disebut Kurikulum Merdeka Belajar.
Dikutip dari halaman web Kompas.com, Kemendikbud Ristek menyatakan terdapat 142.000 sekolah yang sudah menerapkan Kurikulum Merdeka. Kendati demikian, konsep Kurikulum Merdeka ini masih belum banyak disetujui oleh berbagai pihak, seperti pendidik (guru), orang tua, dan stakeholder pendidikan lainnya. Bahkan orang tua para siswa pun juga banyak yang tidak menyetujui jika kurikulum ini diterapkan di sekolah-sekolah tempat anak mereka belajar.
Para orang tua memiliki kekhawatiran dan bahkan kekecewaan yang muncul akibat kurikulum yang terus diganti. Hal semacam itu tentu wajar dialami orang tua, terlebih jika mengingat awal-awal munculnya Kurikulum 2013 yang dianggap lebih rumit dan membingungkan. Meskipun, pada akhirnya K-13 juga dapat diterima dengan baik oleh guru dan orang tua dalam memberikan pelajaran untuk anak.
Mengacu pada hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam kurikulum mana pun tentu ada nilai plus dan minusnya yang memberikan peluang bahwa kurikulum baru juga kemungkinan akan dapat diterima dengan baik dan dinikmati prosesnya oleh seluruh elemen pendidikan.
Sebelum Kurikulum Merdeka diterapkan dan diterima oleh seluruh elemen pendidikan, tentunya perlu diketahui konsep Kurikulum Merdeka yang ditawarkan oleh Mentri Pendidikan. Yang dimaksud Kurikulum Merdeka adalah kurikulum yang membebaskan pembelajaran tidak sebatas di dalam ruang kelas saja. Kurikulum Merdeka menekankan kebebasan berpikir dalam belajar dan tidak ada paksaan maupun hukuman karena dapat mematikan kreativitas dan kemerdekaan jiwa peserta didik.
Melihat konsep Kurikulum Merdeka Belajar yang seperti itu mengingatkan kita akan proses belajarnya Nabi Ibrahim AS ketika mencari keberadaan Tuhan yang termaktub dalam Al-Quran surat al-An’am ayat 76-79. Pada ayat tersebut diceritakan bagaimana Nabi Ibrahim menjadikan alam sebagai objek pencarian Tuhan. Melalui terbitnya bintang, munculnya bulan, terbitnya matahari dan mengetahui kelemahan-kelemahan makhluk. Setelah usaha yang dilakukan itu barulah Allah memberikan petunjuk tentang ke-Esaan-Nya.
Konsep yang demikian tanpa banyak disadari oleh kita juga sudah diterapkan dalam pembelajaran di lingkungan pesantren. Beberapa sisi metode pembelajaran pesantren yang dapat dikatakan persis dengan konsep Merdeka Belajar adalah metode sorogan dan musyawarah atau batsul masa’il. Mengapa metode-metode tersebut dapat dikatakan mirip dengan konsep Kurikulum Merdeka Belajar? Mari kita kupas satu per satu.
Pertama, metode sorogan. Melalui metode ini santri melakukan pembelajaran dengan diberikan kewenangan penuh oleh ustaz atau ustazah dalam mempelajari kitab kuning. Selama pembelajaran dengan metode sorogan, santri bebas membaca kitab dengan cara mereka masing-masing, bebas memberikan makna leterlek (pegon), juga bebas memberikan makna haqiqi sesuai kepahaman mereka masing-masing. Barulah setelah itu, ustaz maupun ustazah meminta pertanggung jawaban atas apa yang mereka bacakan. Terakhir, ustaz maupun ustazah memberikan kejelasan atau menerangkan isi sebenarnya dari kitab yang sedang dikaji.
Kedua, musyawarah atau batsul masa’il. Metode ini tentunya seperti metode musyawarah yang dilakukan dalam pembelajaran di sekolah-sekolah formal. Yakni, siswa yang dibentuk berkelompok diberi masalah atau tugas, dan bersama-sama menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Tidak jauh berbeda, musyawarah yang dilakukan oleh para santri adalah kegiatan pembelajaran untuk memecahkan suatu permasalahan real dalam kehidupan yang memerlukan hukum atau dalil-dalil dalam menerapkannya.
Sistem yang dilakukan para santri ini adalah terlebih dahulu menentukan tema yang akan dibahas dan semua peserta musyawarah sudah menyiapkan masalah-masalah yang akan dikupas. Semua peserta musyawarah selain menyiapkan pertanyaan juga wajib menyiapkan jawaban dari kitab kuning manapun yang akan digunakan untuk dalil syara’. Santri-santri juga memiliki kewenangan untuk melakukan ijtihad penyelesaian masalah dengan tetap memacu pada kitab-kitab yang ada. Ijtihad tersebut disesuaikan dengan perubahan laju kehidupan yang sedang berlangsung baik tempat maupun waktu.
Selain metode-metode tersebut, konsep kurikulum merdeka juga diterapkan dalam pembelajaran pendewasaan diri santri di dalam pesantren. Pendewasaan ini kuncinya juga berada dalam diri masing-masing santri. Santri hidup dalam pesantren dan selalu bersama-sama setiap harinya dengan santri-santri lain yang berbeda latar belakang, karakter, suku, dan budaya.
Berawal dari itu tentu tidak sedikit permasalahan-permasalahan muncul dalam keseharian. Untuk itu santri harus belajar tentang seni memahami, berkolaborasi dan toleransi yang lebih ekstra dan tanpa dibatasi. Di situlah santri belajar untuk hidup dalam miniatur masyarakat. Hal itu tentu tidak jauh berbeda dari wacana Mentri Pendidikan yang mencanangkan Kurikulum Merdeka Belajar dengan salah satu tujuannya adalah meningkatkan sumber daya manusia.
Merujuk pada tujuan Kurikulum Merdeka Belajar untuk meningkatkan sumber daya manusia, saat ini pesantren juga sudah banyak mengusung pembelajaran berbasis proyek. Sistem pembelajaran proyek ini tentunya bukan sekadar pembelajaran di sekolah dan selesai setelah pulang sekolah, tetapi lebih pada outcame yang dihasilkan.
Banyak pesantren sekarang yang sudah menciptakan produk-produk yang dihasilkan melalui proses belajar santri, baik proses belajar dari alam maupun teknologi. Melihat semua itu dapat kita ketahui bahwa seperti itulah kira-kira konsep Merdeka Belajar yang diterapkan di pesantren. Konsep Merdeka Belajar pesantren yang menghasilkan etika dan estetika belajar sesungguhnya.
Sumber:
ditsmp.kemendikbud.go.id/menilik konsep merdeka belajar ki Hajar Dewantara
Posor Indonesia/Merdeka belajar dalam prespektif pendidikan Islam
Pesantren.ID/Merdeka belajar dalam tradisi Pendidikan Pesantren
Tesis IAIN Pare-pare “Pola penerapan Merdeka Belajar pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Daya Kreativitas Peserta Didik di SMAN 4 Wajo Kabupaten Wajo”
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website/Merdeka Belajar dalam Perspektif Islam
Kompas.com/Kemendikbud ristek: 142.000 sekolah terapkan kurikulum merdeka secara mandiri.