Menguak Kecerdasan Ulama Salaf

126 views

Dalam tradisi Islam, untuk mencapai kesuksesan dibutuhkan dua jalur ikhtiar, yakni upaya lahiriah dan upaya batin. Keduanya harus berjalan beriringan, serta tidak dapat dikesampingkan. Umat Islam di seluruh dunia tidak ada yang menyangkal hal ini, sebab pada dasarnya ikhtiar batin juga menjadi bagian dari ikhtiar. Maka, bagi umat Islam yang memahami konsep ikhtiar ini tidak akan mencukupkan diri dengan upaya lahiriah saja.

Islam sangat menekankan agar manusia senantiasa berusaha keras untuk menggapai sesuatu. Usaha yang dimaksud tidak hanya fokus pada usaha lahiriah atau fisik saja, tetapi juga usaha batin. Sebagaimana dalam Al-Qur’an, Allah memandang pentingnya upaya manusia untuk mewujudkan sesuatu.

Advertisements

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. ar-Ra’d: 11).

Dengan ini, selain upaya lahiriah, penting juga bagi kita untuk meminta karunia Allah berupa upaya batin dalam berjuang meraih keberhasilan. Jalur batin ini erat kaitannya dengan amalan ibadah atau riyadah batin sebagaimana yang dilakukan oleh para ulama salaf. Dengan kegigihan dan riyadah, para ulama salaf mampu mencapai derajat fantastis dalam keilmuan.

Pada buku Rahasia Kejeniusan Para Ulama Salaf ini penulis mengungkap dengan gamblang pengembaraan intelektual para ulama salaf. Tidak hanya itu, ia juga membuka lebar pintu rahasia para ulama salaf dalam memperoleh kejeniusan atau kecerdasan. Yang mana rahasia tersebut tidak luput dari upaya lahiriah dan batiniah. Selain merantau mencari ilmu ke berbagai belahan daerah, mereka juga selalu mengasah pikiran dan hati dengan berbagai ibadah, amalan, salat, bahkan kebiasan-kebiasan tertentu.

Banyak pelajaran penting yang bisa kita petik dari kisah-kisah perjalanan hidup para ulama salaf dalam buku ini. Salah satunya pembahasan rahasia kejeniusan para ulama di bidang tafsir, hadis, fikih, akidah, dan tasawuf.

Di kalangan ulama tafsir yang disingkap rahasia kejeniusannya dalam buku ini adalah Ibnu Jarir at-Thabri, Ibnu Katsir, ats-Tsa’labi, Fakhruddin ar-Razi, al-Baidhawi, dan al-Baghawi. Sementara di antara ulama hadis, salah satunya Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam Tirmidzi, Imam Nasa’i, dan Imam Ibnu Majah. Sedangkan di kalangan ulama fikih, terdapat Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal.

Tafsir ath-Thabari merupakan salah satu kitab tafsir yang utuh 30 juz dan dibukukan, bahkan beberapa kalangan menilainya sebagai pelopor kitab tafsir yang lengkap. Di balik kehebatan dan kejeniusan ath-Thabari, beberapa ulama memberikan kesaksian bahwa ath-Thabari merupakan seorang yang sangat wara dan zuhud. Dalam tulisan Tajuddin as-Subki, disebutkan bahwa ath-Thabari merupakan ulama pentolan dalam hal wara, zuhud, menghindari segala keharaman, dan jauh dari perkara-perkara syubhat.

Di samping itu, ia tidak lepas dari peran orangtua yang sangat memperhatikan pendidikan bagi putranya tersebut. Sejak kecil, ath-Thabari digembleng langsung oleh orangtuanya yang merupakan ulama dan diajari Al-Qur’an, bahkan diarahkan untuk menghafalnya.

Selain itu, ath-Thabari juga merupakan pribadi yang sangat memperhatikan pola makan. Ia bukan orang yang banyak makan atau mengonsumsi sembarang jenis makanan. Dalam salah satu riwayat, disebutkan bahwa ia tidak makan lemak atau daging yang banyak lemaknya. Tetapi, hanya makan daging merah murni yang ia masak dengan campuran kismis (zabib). Ia juga menjauhi wijen dan sarang lebah (hlm. 19).

Demikian pula ulama di bidang hadis, Imam al-Bukhari. Kehebatan dan kejeniusannya diakui oleh ulama dari setiap generasi, dan karyanya diterima oleh mayoritas ulama sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Bahkan, Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan bahwa seandainya jika pujian ulama-ulama kepada Imam al-Bukhari yang hidup pada masa setelahnya dibuat suatu bab khusus, maka semua kertas akan habis, begitu juga napas, karena ia adalah lautan yang tak bertepi.

Kehebatan dan kejeniusan Imam al-Bukhari tidak tiba-tiba ia peroleh begitu saja. Imam al-Bukhari merupakan anak seorang ulama, sehingga dari kecil ia sudah berada di lingkungan yang agamis. Ibunya yang salihah mengantarkan Imam al-Bukhari banyak hal dasar dalam hidup dan beragama. Imam al-Bukhari mendatangi beberapa daerah untuk menemui para Syekh dalam bidang hadis. Ia pergi ke daerah Balkh, Naisabur, Ray, Baghdad, Basrah, Kufah, Madinah, Makkah, Wasith, Damaskus, Asqalan, dan Homs.

Selain sangat haus kepada ilmu dan tekun dalam belajar, Imam al-Bukhari juga diketahui sebagai sosok yang wara dan khusyuk dalam ibadah. Ia menghindari beberapa jenis makanan yang dapat menyebabkan bau tak sedap, seperti bawang dan bawang prei. Alasan ketidaksukaan Imam al-Bukhari kepada beberapa bahan makanan yang berbau menyengat itu karena ia menjaga perasaan orang lain, ia tidak ingin membuat orang di sekitarnya risih (hlm. 57).

Dengan ini, tradisi dan riyadah para ulama salaf perlu kita tiru dan hidupkan kembali di tengah-tengah masyarakat yang mulai disibukkan dengan duniawi. Hal ini selaras dengan harapan penulis dalam pengantarnya. Bahwa melalui buku ini ia berharap pembahasan tentang kehebatan para ulama salaf tidak berhenti pada hasil, tetapi juga memperhatikan upaya dan riyadah yang telah mereka lalui. Hal ini dimaksudkan agar kita bisa meniru, bahkan lebih merasakan nikmatnya mengikuti kebiasaan para ulama salaf.

Sedangkan ulama di bidang akidah, terdapat Imam al-Asy’ari, dan Imam al-Maturidi yang dikuak kecerdasannya. Dan pada bab enam, buku ini mengungkap kejeniusan para ulama di bidang tasawuf, yaitu Rabi’ah al-Adawiyah, Abu Yazid al-Busthami, Junaid al-Baghdadi, dan Imam al-Ghazali.

Selain itu, di dalam buku ini juga dijelaskan tentang perjalanan para ulama serta kondisi sosial ekonominya. Serta dilengkapi dengan penilaian atau pengakuan para ulama tentang kebesaran dan karamah mereka.

Para ulama salaf yang namanya harum sampai sekarang, tidak lepas dari jerih payah lahir-batin ketika mengusahakan sesuatu. Dalam melakukan sesuatu, terlebih soal keilmuan, mereka mengusung aspek keseimbangan lahir dan batin.

Namun, di zaman yang serba praktis ini, tampaknya masyarakat mulai asing dengan upaya batiniah sebagai pendukung upaya lahiriah. Beberapa orang merasa usaha mencapai sesuatu cukup dengan lahiriah saja, sebab bagi mereka usaha batin tidaklah masuk akal. Akibatnya, tidak sedikit dari mereka yang memperjuangkan sesuatu berakhir putus asa, jiwa menjadi gersang, bahkan mengalami gangguan jiwa.

DATA BUKU

Judul Buku       : Rahasia Kejeniusan Para Ulama Salaf
Penulis             : Ishmatul Maula dan M. Kamalul Fikri
Penerbit           : Laksana
Cetakan           : I, 2022
Tebal                : 208 halaman
ISBN                : 978-623-327-248-3

Multi-Page

Tinggalkan Balasan