Menimbang Jasa dan Dosa Soeharto: Perspektif Islam

Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada presiden ke-2 Republik Indonesia, Jenderal Besar (Purn.) Soeharto, masih menjadi bahan perdebatan tak berujung. Bagi sebagian umat Islam, Soeharto adalah sosok “Bapak Pembagunan” yang menjamin stabilitas (istisbat) dan memberikan ruang bagi institusi keagamaan, bahkan mengakomodasi “Islamisasi Orde Baru” di akhir kekuasaannya. Namun, di mata kelompok Muslim reformis dan korban Orde Baru, gelar tersebut bertabrakan dengan nilai kedilan (al-adl) dan pencegahan perusakan, daf’mafasid.

Kemudian, bagiamana seharusnya Islam, dengan kriteria maslahah dan mafsadah yang ketat, menimbang kelayakan gelar pahlawan bagi pemimpin dengan dua sisi mata uang sejarah yang kontras ini?

https://www.instagram.com/jejaringduniasantri/

Dalam perspektif Islam, konsep kepahlawanan bukan hanya sekadar gugur di medan peperangan. Seorang pemimpin harus diukur dari sejauh mana ia berhasil meneggakan prinsip keadilan (al-adl) dan mewujudkan kemaslahtan universal (maslahah ‘ammah). Fikih Siyasah (etika politik Islam) mengajarkan bahwa legitimasi kekuasaan bergantung pada pelaksanaan amanah, yaitu menjaga hak rakyat dan menghindari kezaliman.

Seorang pemimpin ideal harus memenuhi prinsip syura (musyawarah) dan memastikan bahwa imarah al-ardh (pembagunan bumi/ekonomi ) tidak dilakukan di atas fondasi fasad fil-ardh (kerusakan di muka bumi), seperti korupsi dan pelanggaran hak asasi. Inilah dilema inti Soeharto: jasanya dianggap monumental, tetapi mempunyai catatan gelap tak terhapuskan.

Pertama, jasa besar dalam menumpas Gerakan 30S/PKI. Pasca-tragedi 1965, organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhamadiyah yang merasakan ideologi komunis di Orde Lama melihat Soeharto sebagai “penyelamat” yang telah mengamankan Pancasila dan memberikan ruang bagi Islam. Ini dinilai sebagai maslahah terbesar bagi eksistensi umat.

Kedua, pencapaian stabilitas politik dan pembangunan ekonomi. Stabilitas ini memungkinkan umat Islam menjalankan ibadah dan membangun lembaga pendidikan tanpa gangguan. Sebagian ulama tradisional berpendapat bahwa fokus pembangunan materi (Repelita) adalah prioritas utama pasca-kekacauan yang diwariskan Orde Lama.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan