Ikhlas adalah salah satu kata yang seringkali terselip di antara lantunan nasihat maupun pepatah, agar kita senantiasa ikhlas dan sabar dalam menjalani hidup, untuk memperoleh keberkahan hidup. Banyak yang sering mendapat nasihat untuk bersikap ikhlas. Tak sedikit pula di antara kita pernah berberucap “saya telah ikhlas atas apa yang terjadi”. Namun pada kenyatannnya tidak begitu, hal tersebut acap kali menjadi sebuah angin lalu.
Mengapa begitu? Karena, pada kenyataanya apa yang terucap dengan apa terlihat berbeda. Ikhlas akhirnya menjadi yang amat gampang untuk diucapkan, namun sulit untuk dilakukan.
Apa sebenarnya hakikat ikhlas ini? Kita akan meninjau perkara ikhlas ini sebagaimana yang dirumuskan oleh Imam al-Ghazali, ulama besar ini yang dikagumi oleh para ulama dan kaum muslimin karena keilmuannya.
Selama hidupnya, ulama besar bernama Abu Hamid Muhammad bin Muhammad At-Thusi ini dikenal sebagai seorang ahli teologi atau kalam dan seorang filosof besar. Ia juga terkenal sebagai seorang ulama fikih dan tasawuf pada zamannya. Karya besarnya adalah kitab Ihya Ulumuddin. Karena keilmuannya, al-Ghazali mendapat gelar hujjatul islam, yang artinya bukti kebenaran.
Menurut Imam al-Ghazali, ikhlas dapat berarti sebuah maksud yang hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan dengan tujuan taqqorub kepada-Nya, serta mengesampingkan hal-hal selain Allah, baik berupa penghormatan, pujian, atau pun pandangan baik dari orang lain terhadap dirinya. Bahkan, menurut pandangannya, ikhlas dapat dikatakan sebagai kemurnian, menyucikan amal-amal perbuatan dari campur tangan makhluk lain.
Keikhlasan sangatlah penting dan dapat berpengaruh pada aspek fisik dan psikis, karena ikhlas merupakan niatan yang murni untuk awal seseorang melakukan sesuatu hal yang akan menunjukkan ke mana arah amalan yang akan dilakukan; melibatkan tujuan akhirat atau hanya untuk tujuan duniawi semata.
Nabi Muhammad pernah ditanya mengenai ikhlas, dan kemudian Nabi bersabda yang artinya:
“Aku bertanya kepada Jibril AS tentang ikhlas, apakah ikhlas itu? Lalu Jibril berkata, “Aku bertanya kepada Tuhan yang Maha Suci tentang ikhlas, apakah sebenarnya?” Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjawab, “Suatu rahasia dari rahasia-Ku yang aku tempatkan di hati hamba-hamba-Ku yang Kucintai”. (HR. Al-Qazwini, riwayat dari Hudzaifah).