Muharram identik dengan hijrah. Sebab, penentuan kalender Hijriah yang diawali bulan Muharram memang didasarkan pada hijrah Nabi dari Mekkah ke Madinah. Dalam tilikan sejarah, hijrah merupakan peristiwa agung, sebagai titik balik umat Islam memisahkan diri dari kaum kufar-musyrik Mekkah dan juga sebagai etape pembangun komunitas muslim yang solid menuju kemenangan.
Gambaran besarnya memang demikian. Namun, jika diperinci, sebagaimana dijelaskan Ibnu Daqiq al-‘Ied dalam Ihkamul al-Ahkam (tt), terdapat varian hijrah yang dilakukan atau diperintahkan Rasulullah kepada umatnya.
Hijrah Fisik
Pada kategori hijrah fisik ini, terangkum bebera jenis hijrah. Pertama, hijrah kaum muslimin ke Habasyah. Ini merupakan hijrah yang sangat awal sekali. Penting disimak tentang relasi umat Islam dengan umat Nasrani yang sangat rukun tersebut, sehingga Rasul merasa yakin bahwa Negus, penguasa Nasrani yang punya otoritas penuh di wilayah Habasyah akan menyambut dan menerima rombongan kaum muslimin yang sedang eksodus tersebut.
Perihal pentingnya terletak padanya apresiasi yang tinggi ajaran Islam kepada Maria, ibunda suci yang sangat dihormati Nasrani. Inilah yang disampaikan Ja’far bin Abi Thalib, dengan membaca beberapa ayat Al-Quran, di depan Raja Negus. Bisa dibayangkan, di saat kaum muslimin diintimidasi, kaum Nasrani justru menolong lantaran terharu dengan ajaran umat Islam yang apresiatif.
Kedua, hijrah ke Madinah. Ini hijrah kolosal yang melibatnya nyaris seluruh umat Islam. Hijrah ini ancaman. Sebab, tidak mudah bagi orang-orang beriman untuk bisa keluar dari Mekkah menuju Madinah. Ada pasukan kafir Mekkah yang senantiasa berjaga di pintu gerbang untuk mematai-matai dan menyergap siapa saja dari umat Islam yang hendak hijrah.
Profesor Quraish Shihab dalam buku Membumikan Al-Quran (2006) mengatakan bahwa di momen hijrah ke Madinah ini ada tiga hal penting yang didedahkan sejarah pada kita, salah satunya tentang keharusan berkorban, untuk bisa sukses berhijrah.
Rasulullah, misalnya, saat hendak hijrah diam-diam mengajak Abu Bakar. Ayah Aisyah ini sangat terharu karena sangat senang bisa menenami Rasul. Dia kemudian mengambil dua kuda. Salah satunya dihadiahkan pada Rasul. Beliau menolak dan membeli kuda itu. Beliau berkorban dengan membeli kuda itu.