Merayakan Idul Adha di Negeri Ali Jinnah

4 views

Menara-menara masjid menggemakan takbir di seluruh penjuru Pakistan. Lalu lintas jalan menjadi sangat padat dibandingkan hari-hari sebelumnya. Pusat perbelanjaan atau dikenal sebagai markaz oleh warga lokal terlihat penuh sesak oleh para pembeli. Mereka hendak membeli berbagai komoditas, seperti bahan pangan atau sandang untuk digunakan di esok hari. Maklum, esok harinya, Kamis (29/6/2023) ditetapkan sebagai hari raya Idul Adha 1444 H di Pakistan.

Pakistan yang merupakan negara mayoritas berpenduduk muslim menetapkan libur nasional  selama tiga hari agar penduduknya leluasa merayakan salah satu hari besar dalam Islam tersebut. Sejak beberapa hari sebelumnya, penduduk setempat sudah tak sabar bersiap diri menyambut Idul Adha. Terlihat, beberapa masjid besar menyediakan kantor khusus di halaman masjid bertuliskan “Ijtima-e-Qurbani” atau “Udhiyyah Program”. Kantor-kantor khusus itu disiapkan untuk menghimpun segenap muhsinin yang hendak beramal di hari Idul Adha nanti.

Advertisements

Tak hanya kantor khusus Idul Adha, jika beruntung, dapat ditemukan beberapa mobil khusus penggalangan dana Idul Adha yang sekilas seperti mobil ambulans. Mobil tersebut berlalu-lalang di beberapa pusat keramaian kota dengan pengeras suara di atasnya. Ada yang menyeru para pendengarnya untuk sebisa mungkin berpartisipasi dalam perayaan hari Idul Adha tahun ini.

Bagi sebagian besar muslim Pakistan, Idul Adha juga dimaknai sebagai momen untuk pulang kampung, atau dalam bahasa kita “mudik”. Jika muslim Indonesia melakukan perjalanan mudik di hari raya Idul Fitri, maka muslim Pakistan melakukannya baik di Idul Fitri maupun Idul Adha. Maka dipastikan terminal, stasiun, atau bandara di seluruh Pakistan akan penuh sesak oleh para perantau yang hendak pulang ke kampung halaman untuk berkumpul bersama keluarga besar.

Malam terlewati begitu cepat rasanya, maklum saat ini adalah musim panas, di mana waktu rembulan berpendar lebih pendek masanya ketimbang surya bersinar. Markaz yang penuh di malam hari seketika menjadi sepi bak kuburan, jalan-jalan tidak sepadat seperti malam kemarin. Hanya jalan-jalan menuju masjid yang penuh sesak oleh mobil dan motor para jamaah sholat Idul Adha.

Para penduduk mengenakan pakaian tradisional mereka, Shalwar dan Kameez, yang semalam mereka beli untuk menunaikan salat Idul Adha pagi ini. Beberapa perempuan Pakistan ada yang mengenakan dupatta, semacam jenis kerudung Indonesia di era 1980-an, atau jilbab maupun burqa, bersama dengan keluarga mereka melaksanakan salat Idul Adha.

Terasa asing bagi diaspora Indonesia ketika menunaikan salat Idul Adha di Pakistan. Sebab, tata cara salat tak seperti yang acap digunakan di Indonesia. Pakistan yang bermazhab mayoritas Hanafi melakukan tata cara salat Idul Adha yang mengakhirkan takbir tambahan di rakaat kedua, dan ini berbeda dengan yang ada di Indonesia. Namun, perbedaan tersebut sama sekali tidak melunturkan kekhidmatan dalam menunaikan ibadah ini.

Khatib Idul Adha naik mimbar setelah salat Idul Adha rampung. Di beberapa masjid, biasanya para takmir akan membagikan kotak makanan ringan ke para jamaah. Kotak makanan tersebut berisi Halwa, manisan khas sub-kontinen yang sering dihidangkan dalam perayaan-perayaan hari besar Islam maupun acara-acara besar seperti pernikahan atau tausyiah. Halwa memiliki berbagai macam warna dan spesifik nama sesuai dengan asal daerahnya; Karachi Halwa biasanya bewarna coklat karena terbuat dengan campuran kelapa, Dhakka Halwa berwarna kuning terbuat dengan campuran keju. Bagi beberapa diaspora Indonesia tidak bisa memakan Halwa karena rasanya yang sangat manis bagi lidah mereka.

Selepas prosesi salat Idul Adha selesai, muslim Pakistan bergegas kembali ke rumah masing-masing untuk bersiap menyembelih hewan kurban. Namun tak seperti di Indonesia yang melakukan ritual penyembelihan hanya di masjid, beberapa muslim Pakistan melakukan penyembelihan di depan rumah atau di lahan kosong komplek pemukiman. Demikian selokan perumahan tidak hanya mengalirkan air limbah rumah tangga, namun juga darah-darah dari hewan kurban yang disembelih.

Selepas satu hari yang sibuk sejak pagi hingga sorenya, malam hari tersebut hingga tiga malam setelahnya akan dipenuhi dengan pesta jamuan. Menu makanan seperti kabli palao (nasi dengan hidangan daging sapi), mutton palao (nasi dengan hidangan daging kambing), kabab (olahan daging berbentuk pipih), dan dahi (olahan susu semacam yoghurt) akan menjadi makanan wajib selama tiga hari ke depan.

Bagi diaspora Indonesia, undangan makan tidak ada habisnya silih berdatangan selama tiga hari tersebut. Dari teman atau kolega kantor hingga institusi pendidikan seperti madrassa. Meskipun perayaan Idul Adha tidak sama seperti di Indonesia, dengan berkumpul sesama diaspora Indonesia disertai kehangatan jamuan para warga lokal, diaspora Indonesia tetap merasa seperti berada di tanah air Indonesia.

Dengan melihat tradisi Idul Adha muslim Pakistan, penulis dapat melihat bagaimana inklusinya Islam dalam interaksinya dengan local culture dari masyarakat tersebut. Nilai-nilai dari apa yang telah dicontohkan dalam peristiwa Nabi Ibrahim dan keluarganya tetap terjaga dalam benak umat muslim, sembari tetap melestarikan tradisi-tradisi lokal yang telah ada dan tidak bertentangan dengan substansi dari ajaran tersebut.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan