Menjelang hari raya Idul Fitri, beragam bentuk kearifan lokal bakal bermunculan dan menyuguhi ruang keseharian kita. Adalah mudik, salah satu tradisi paling primordial yang dilakukan sebagian besar masyarakat Indonesia. Tradisi ini sangat khas. Menampilkan aktivitas pulang berduyun-duyun ke kampung halaman untuk berkumpul bersama keluarga besar, khususnya orang tua.
Tradisi mudik tahun ini spesial. Sebab, kita tengah memasuki masa pra-endemi atau mendekati normal pasca pandemi Covid-19. Dengan arif pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan yang tak lagi mengetatkan pembatasan dan larangan mobilitas. Pemerintah, dalam hal ini, memberikan lampu hijau untuk boleh melangsungkan mudik. Hal ini menjadi kegembiraan, terutama warga perantau yang telah menahan diri tak merayakan Lebaran di kampung halaman tiga tahun terakhir.
Berdasarkan hasil survei potensi pergerakan masyarakat yang dilakukan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Badan Kebijakan Transportasi (BKT), jumlah prediksi pemudik yang berlalu lalang tahun ini tembus 45,8 persen dari jumlah penduduk Indonesia atau sebanyak 123,8 juta orang. Itu artinya, hampir separuh penduduk negeri ini akan melakukan mobilisasi mudik Lebaran Idul Fitri 1444 H/2023. Dibandingkan dengan 2022, jumlahnya naik 14,2 persen di mana kala itu hanya mencapai 85 juta orang.
Melihat lonjakan potensi jumlah pemudik begitu signifikan, campur tangan pemerintah menjadi keniscayaan. Pemerintah harus menyiapkan manajemen mudik dengan aman dan nyaman. Koordinasi dan kolaborasi antar institusi tak boleh alpa dalam maksimalisasi penyediaan fasilitas mudik, seperti halnya pengecekan layak transportasi massal, perbaikan infrastruktur jalan dan penyeberangan, tempat istirahat (rest area), pasokan BBM, hingga antisipasi kecelakaan serta kemacetan lalu lintas.
Kampung halaman adalah tujuan, seperti petuah arif wong Jawa: kebo ora lali kandhange. Melalui mudik, manusia yang dipersonifikasikan kerbau itu diharapkan tidak melupakan tempat asalnya. Karena dari tempat inilah kita dilahirkan, dibesarkan hingga menjadi dewasa dan berdikari. Karenanya, melalui mudik pula, secara implisit menggerakan kita untuk melanggengkan silaturahmi dan menjaga relasi kekerabatan. Kita diarahkan untuk tidak gampang memutus pertalian sosial, kendati terhalang bentangan geografi dan teritori.