Pondok Pesantren Musthafawiyah atau lebih populer disebut dengan Pesantren Purba Baru telah berdiri sejak 12 November 1912. Ponpes tersebut terletak di Desa Purba Baru, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara. Lebih tepatnya ponpes tersebut berada di sepanjang jalan lintas Medan-Padang.
Pada mulanya, ponpes tersebut berdiri di Desa Tanobato, Mandailng Natal. Pada tahun 1915 terjadi banjir di Desa Tanobato sehingga Ponpes Musthafawiyah beralih ke Desa Purba Baru hingga sekarang. Ponpes tersebut dinobatkan sebagai ponpes tertua dan terbesar di Pulau Sumatera dengan santrinya yang sangat banyak dari berbagai daerah.
Pendiri Pesantren
Pondok Pesantren Musthafawiyah didirikan oleh Syiekh Musthafa Husein bin Husein bin Umar Nasution al-Mandaily. Penggunaan kata Musthafawiyah diambil dari nama pendiri pondok tersebut, yaitu “Musthafa”.
Syiekh Musthafa Husein adalah putra dari Husein dan Halimah. Ia putra ketiga dari sembilan bersaudara. Ia lahir pada 1886 di Desa Tano Bato. Syiekh Musthafa Husein yang dikenal dengan sebutan Muhammad Yatim menimba ilmu agama di Mekkah selama 13 tahun. Sebelum ke Mekkah, ia belajar ilmu agama kepada Syiekh Abdul Hamid Hutapungkut Julu.
Di Mekkah, ia menimba ilmu kepada beberapa ulama, di antaranya Syiekh Abdul Qadir al-Mandily, Syiekh Sholeh Bafadil, Syiekh Khotib Sambas, Syiekh Ahmad Sumbawa, Syiekh Ali Maliki, Syiekh Abdur Rahman, Syiekh Umar Bajuned, dan lainnya.
Setelah 13 tahun lamanya menuntut ilmu di Mekkah, Syiekh Musthafa Husein pulang ke tanah air. Ia mulai berdakwah kepada masyarakat dan mengembangkan Islam ahlussunnah wal jama`ah. Ia mendirikan pondok yang sekarang santrinya mencapai belasan ribu. Santri-santri tersebut berasal dari berbagai provinsi, bahkan ada yang dari negara tetangga seperti Malaysia.
Syiekh Musthafa Husein wafat pada 1955. Selanjutnya, pengasuh pesantren Musthafawiyah beralih ke putra sulungnya, H Abdullah Musthafa. Sekarang, pimpinan pondok tersebut dipegang oleh H Bakri bin Abdullah bin Musthafa bin Husein bin Umar Nasution.
Sistem Pembelajaran
Yang menjadi kekhasan dari Ponpes Musthafawiyah adalah penguasaan para santri terhadap kitab kuning. Yakni, kitab ulama klasik yang dicetak dengan kertas berwarna kuning dan tulisannya tidak berbaris. Tentu saja untuk dapat memahami kitab tersebut para santri terlebih dahulu harus memahami ilmu alat, seperti nahu, saraf, balaghah, imlak, dan lain sebagainya.
Pembelajaran di ponpes tersebut disesuaikan dengan tingkatannya, yang kesemuanya menggunakan kitab kuning dari tingkat terendah sampai tertinggi. Sedangkan, acuan kurikulum yang digunakan berkiblat pada madrasah tempat pendiri menimba ilmu agama, yaitu madrasah al-Shalatiyah al-Hindiyah, Mekkah.
Ilmu fikih yang dikembangkan di Pesantren Musthafawiyah bermadzab Syafi`iyyah. Hingga saat ini, Musthafawiyyah masih menggenggam erat tradisi pesantren yang telah diajarkan pendirinya. Hal tersebut dapat dilihat dari kitab yang digunakan untuk belajar, tata cara santri berpakaian, hingga tempat tinggal santri.
Kitab fikih yang digunakan untuk belajar antara lain Matan Ghayah wa Taqrib, Hasyiah Bajuri, Hasyiah al-Syarqawi, dan kitab lainnya. Sedangkan, kitab yang digunakan dalam bidang akidah antara lain Kifayatul Awam, Hasyiah Dusuki Ala Umm al-Barahin, Husnul Hamidiyyah, dan juga kitab lainnya.
Mengutip dari artikel yang ditulis oleh KSI Al Khoirot bahwa KH Sirajuddin Abbas dalam buku karyanya yang berjudul “Keagungan Madzab Syafi’i sebagai Penyebar Madzab Syafiiyyah di Indonesia” telah menulis nama Syiekh Musthafa Husein di dalamnya. Fikih mazhab Syafi`I dan ajaran ahlussunah wal jamaah juga disebarkan oleh santri-santri Musthafawiyah kepada masyarakat luas.
Pendidikan di sini umumnya ditempuh selama tujuh tahun. Alumninya telah benyak bertebaran di berbagai provinsi di Indonesia, terutama Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Aceh, dan lainnya. Tak sedikit alumni yang meneruskan studi mereka ke Mekkah, Mesir, Maroko, Sudan, Suriah, dan negara lainnya.
Selain ilmu agama, di Ponpes Musthafawiyah para santri juga diajarakan hidup mandiri. Kemandirian para santri Musthafawiyah inilah yang unik. Hal tersebut dapat terlihat, misalnya, para santri putra dilatih untuk membangun pondok tempat tinggal mereka sendiri. Oleh karena itu ketika melewati jalan lintas Medan-Padang, tepatnya di Desa Purba Baru, tidak heran jika menemukan pemandangan ribuan hamparan pondok dan santri di sepanjang jalan. Wallahu A`lam.