NASIB KATA-KATA
Bukan tentang ada atau tidaknya kata
Masalahnya aku yang malas untuk membaca
Akh! Mengapa ponselku seakan senja
Yang menginginkanku untuk berdua?!
Dan tentu ia tahu apa yang akan terjadi
Setelah aku berlarut-larut dalam peluknya
Melalui matanya yang tajam, ia perlahan menikam
Dengan sangat kejam dan sedikit mengancam
Sedang aku tak seberuntung orang-orang
Yang tumbuh dan hidup bersama kata-kata
Aku diasuh tangan pembunuh, ia berbahaya
Dan aku sering bertanya
Bagaimana nasib kata-kata di tangan saya?
Jogja, 2022.
SENJA DI TUBUH JOGJA
Di tubuhmu ketenangan menjelma genangan air
Kepul asap rokok membubung ke udara, menumpuk menjadi awan
Bangunan, jalanan, dan persinggahan menjadi puisi yang dinyanyikan
Mendayu-dayu serupa tembang
Mencipta damai, meramu rindu di taman jiwa
Di tubuhmu keramaian serupa debur ombak
Gerutu para pendatang serta deru kendaraan bermotor
Adalah bagian yang tak dapat dipisahkan
Dan, entah berapa lama aku akan tetap bertahan
Mencari diksi yang terselip di sepanjang jalan Malioboro dan Pasar Kembang
Jogja, 2022.
PEJABAT KHIANAT
Kau yang katanya hebat
Tak akan menjanjikan bakat
Yang terikat
Hanya untuk memikat
Hati rakyat
Pejabat layaknya malaikat
Namun, nyatanya sejenis bangsat
Patut kami laknat
Kau yang katanya hebat
Jangan hanya buat kami melarat
Setelah apa yang kau perbuat
Harusnya kau tobat!
Sumenep, 2021.
PEREMPUAN BERWAJAH REMBULAN
Ia menebar kembang cinta
Lalu kita berbagi rasa
Pada suatu malam
Saat bulan temaram
Saat kita bersamaan
Kembang itu bermekaran
Di taman hati sang pujaan
Meluapkan kebahagiaan
Mencipta kenyamanan
Malam kita
Sumenep, 2021.
PERJALANAN RINDU
Pada Ibu yang setia menjaga api di tungku
Kurasakan kisah dan kasihmu yang tetap menggebu
Dalam lorong ingatan yang masih utuh
Serta bisikan daarimu untuk terus melaju
Menggapai mimpiku yang tak pernah layu
Lalu, waktu bagai kereta api yang melaju
Usiaku yang terus berpacu bersama waktu
Mengingatkanku pada muara pintu
Kasih seorang Ibu
Sumenep, 2021.
GILA
Hari ini aku gila
Seolah lupa dan tak pernah tahu tentang cinta
Hingga memahat namamu pada air
Bahkan sempat juga kubisikkan pada angin
Aku sama sekali tidak tahu
Bahwa air tidak pernah belajar tentang sejarah
Hingga untuk mengabadikan namamu saja tidak bisa
Apalagi angin yang tak pernah lihai dalam menyimak
Aku benar-benar gila
Hanya karena namamu yang menyelam di laut hatiku
Aku buta perihal air dan angin
Dan tanpa aku sadari pula
Aku tak punya alasan mengapa aku mencintaimu
Sumenep, 2021.
ilustasi: “mengejar rembulan”, lukisan amang rahman jubair.